Jakarta (ANTARA) - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding dan perwakilan serikat buruh sektor perikanan membahas pelindungan bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor tersebut, khususnya awak kapal dalam pertemuan di Kementerian P2MI, Jakarta, Selasa.
Berdasarkan keterangan Kementerian P2MI (KP2MI) di Jakarta, Rabu, Menteri Karding dalam pertemuan tersebut menegaskan pentingnya kolaborasi dan pembenahan sistem agar pekerja migran, terutama awak kapal perikanan, tidak lagi bekerja secara non-prosedural dan memperoleh perlindungan yang layak.
"Banyak dari mereka bekerja di luar negeri tapi tidak terdata di sistem kita," kata Karding.
"Ini sangat rawan terhadap kekerasan dan pelanggaran hak kerja. Bahkan ada cerita soal mereka dibuang di tengah laut. Kita tidak tahu benar tidaknya, tapi cerita seperti itu sudah cukup membuat kita wajib bertindak," ujarnya.
Baca juga: Wamen P2MI kaji peluang penempatan ABK Indonesia di Eropa
Ia menuturkan pada 2025 hanya sekitar 2.000 awak kapal perikanan tercatat secara prosedural. Padahal, jumlah riil pekerja migran sektor perikanan Indonesia di luar negeri diperkirakan mencapai puluhan ribu.
"Kalau hanya 10 persen yang tercatat, artinya ada ribuan yang bekerja tanpa pengawasan," tutur Karding.
"Ini masalah serius. Maka saya ajak kita bentuk tim kerja gabungan antara pemerintah, serikat pekerja, aktivis, dan masyarakat sipil untuk memetakan masalah dan menentukan prioritas solusi," katanya.
Menteri Karding juga menuturkan ada tantangan dalam masa transisi kewenangan antara Kementerian Perhubungan dan KP2MI pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa awak kapal merupakan pekerja migran.
"Tapi kita ingin semua berbasis hukum. Misalnya, buku pelaut tetap di Perhubungan, tapi izin keluar masuk pekerja harus lewat KemenP2MI agar mereka terdata dan terlindungi," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jumhur Hidayat mengatakan perlindungan bagi nelayan harus berlaku baik di dalam maupun luar negeri.
"Kita ingin nelayan, baik yang bekerja di dalam negeri maupun luar negeri, mendapat perlindungan yang setara. Negara harus tahu siapa yang bekerja di mana, di kapal apa, dengan visa kerja seperti apa. Kalau tidak, ini rawan jadi perdagangan orang," katanya.
Jumhur juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap perusahaan perekrutan awak kapal yang sering beroperasi tanpa kontrol ketat.
Menurut dia, dulu semua wajib memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) sehingga proses keberangkatan terpantau. Tapi, saat ini banyak yang berangkat dengan visa kerja tanpa pelaporan.
"Negara harus tahu, karena ini bukan soal izin saja, tapi perlindungan," ujarnya.
Ia mendukung langkah Kementerian P2MI untuk memperkuat sistem perlindungan melalui regulasi yang lebih tegas.
"Kalau perlu, kembalikan mekanisme kontrol yang membuat semua pihak patuh. Ini juga bisa jadi salah satu cara memberantas trafficking," katanya.
Pertemuan tersebut menjadi sarana membahas solusi dan mendorong konsolidasi lintas sektor.
Menteri Karding menutup pertemuan dengan menegaskan bahwa kementeriannya terbuka untuk belajar dan mendengarkan permasalahan serta solusi dari seluruh pihak.
Baca juga: KKP perkuat perlindungan awak kapal perikanan saat melaut
Baca juga: Mengawal awak kapal perikanan dari jerat TPPO
Baca juga: KP2MI kembali terima pemulangan jenazah PMI dari Korsel
Pewarta: Katriana
Editor: Martha Herlinawati Simanjuntak
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.