Yogyakarta (ANTARA) - Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan ke UMKM batik Anantari Indonesia, binaan Kementerian Ekonomi Kreatif di Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, Rabu, untuk menyerap aspirasi pelaku ekonomi kreatif agar mampu bersaing dengan produk impor.
"Dengan melihat ke lapangan langsung seperti ini, kita memetakan apa yang mau kita dorong ke depan. Bagaimana mereka bisa keluar menghadapi tantangan dan hambatan-hambatan yang mereka alami, secara khusus adalah bagaimana mereka bisa berkompetisi terhadap produk impor," ujar Ketua Tim Kunjungan Komisi VII Lamhot Sinaga di Workshop Anantari Indonesia, Yogyakarta, Rabu.
Lamhot menuturkan para pelaku UMKM di sektor ekonomi kreatif masih menghadapi berbagai kendala mulai dari akses permodalan, pemasaran, hingga daya saing.
Derasnya arus produk impor dengan harga murah yang mendominasi platform e-commerce, menurut dia, menjadi tantangan berat bagi UMKM di Tanah Air.
"Regulasi sedang kita arahkan bagaimana mereka punya daya merek yang kuat, sehingga bisa berkompetisi dengan produk-produk impor yang harganya memang sangat murah," ucap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI itu.
Lamhot juga menyadari bahwa stabilitas nasional merupakan salah satu faktor penting yang menopang keberlangsungan UMKM.
"Stabilitas ini kalau terganggu akan berdampak terhadap ekonomi, termasuk usaha sektor riil. Maka ketika stabilitas tercapai, produksi harus kita dorong, tapi produksi yang punya daya saing kuat sehingga impor tidak dengan mudah masuk ke pasar kita," katanya.
Lewat kunjungan ke Anantari Indonesia, Lamhot memahami bahwa pelaku UMKM masih perlu diarahkan untuk maksimal memanfaatkan digitalisasi.
Menurutnya, pasar terbesar saat ini ada di ruang digital, namun banyak pelaku usaha mikro yang belum mampu beradaptasi dengan sistem pemasaran online.
"Platform-platform yang ada sekarang ini lebih pro terhadap barang impor karena harganya murah. Masyarakat kita tidak melihat produk itu impor atau nasional, tapi ketika murah, pasti diminati. Nah, ini yang harus kita cari solusi agar pelaku usaha mikro bisa memanfaatkan lokapasar digital untuk produk mereka," tutur Lamhot.
Brand Owner Anantari Indonesia Resky Noviana menyampaikan bahwa sejak 2021 pihaknya mendapat berbagai program pendampingan dari Kemenekraf, mulai dari inkubasi fesyen, rebranding, hingga program ASIK yang diarahkan menuju pasar ekspor.
"Sebelum inkubasi, kapasitas kami hanya ratusan piece per bulan, sekarang bisa sampai 1.000 piece per bulan. Selain itu, setelah kami punya ciri khas hitam putih dan geometris, pasar jadi lebih mengenal Anantari," ujarnya.
Resky menyebut program pendampingan tersebut membuat Anantari lebih percaya diri membawa produk ke pasar global, bahkan kini rutin melayani pesanan retail dari Malaysia, Singapura, dan Brunei.
Namun, ia mengakui masih ada kendala dalam pemasaran digital karena karakter produk Anantari yang unik.
"Kalau secara 'online' itu kesulitannya karena motif kami satu-satu, jadi tidak bisa langsung difoto banyak untuk lokapasar. Makanya penjualan kami masih 90 persen offline, sementara online baru mulai naik pelan-pelan," kata dia.
Anggota Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR tersebut adalah Gandung Pardiman, Evita Nursanty, Chusnunia Chalim, Putra Nababan, Jamal Mirdad, Bane Raja Manalu, Nila Yani Hardiyanti, Andhika Satya Wasistho, Bambang Haryo Soekartono, Rico Sia, Yoyok Riyo Sudibyo, Kaisar Abu Hanifah, Alifudin, dan Muhammad Hatta.
Baca juga: Komisi VII DPR: Petani tulang punggung kedaulatan pangan
Baca juga: Komisi VII apresiasi efisiensi dan kesehatan fiskal APBN 2026
Baca juga: Komis VII minta Kemenperin usut dugaan mafia kuota impor tekstil
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.