Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bakal mengecek usulan dari KPK agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana melarang tahanan untuk menggunakan masker.
Sejauh ini, dia mengaku belum mendapat usulan tersebut dari pihak KPK secara resmi. Menurut dia, Komisi III DPR RI pun terbuka untuk menerima aspirasi dari pihak manapun.
"Nanti kita cek. Kalau ada usulan kita akan kaji," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan bahwa saat ini pembahasan revisi KUHAP sudah mencapai proses di Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi, setelah pembahasan 1.676 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) selesai di tingkat Panitia Kerja.
Baca juga: Komisi III DPR minta koalisi sipil masuk ke DPR jika ingin bahas KUHAP
Baca juga: LBH APIK usul KUHAP atur militer dipidana umum jika lakukan KDRT
Walaupun tahapannya terus berproses, dia memastikan bahwa pihaknya pun akan terbuka bila ada usulan perubahan substansi selama revisi tersebut belum disahkan di rapat paripurna.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak memandang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP bisa mengatur larangan tahanan memakai masker atau penutup wajah.
“Saat ini kan RUU KUHAP dalam proses pembahasan di DPR. Nah, dalam KUHAP itu yang bisa mungkin ditambahkan,” ujar Tanak dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (11/7).
Oleh sebab itu, dia mengajak media untuk menyampaikan usulan tersebut kepada publik agar kemudian disampaikan kepada Komisi III DPR RI.
“Teman-teman media sampaikan ke publik, dan publik kemungkinan akan memberikan masukan kepada DPR untuk mengubah aturan ini, yakni apabila seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi ditangkap dan ditahan, kemudian perlu di-publish, nah, itu harus diperlihatkan supaya mereka malu, dan ini perlu diatur dalam undang-undang.” katanya.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.