Hambatan dagang RI masih sedikit dibanding negara lain

6 hours ago 3
Ini adalah salah satu alasan mengapa produk-produk asing begitu mudah masuk ke pasar kita, sementara negara lain memiliki banyak hambatan dagang terutama negara maju,

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, hambatan perdagangan Indonesia, berupa Non-Tariff Barrier (NTB) dan Non-Tariff Measure (NTM), masih sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain.

"Data menunjukkan Indonesia hanya memiliki sekitar 370 NTB dan NTM yang berlaku saat ini. Bandingkan dengan China lebih dari 2.800 kebijakan, kemudian India 2.500 lebih, Uni Eropa sekitar 2.300, bahkan Malaysia dan Thailand masing-masing memiliki lebih dari 1.000 NTB dan NTM," kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Kamis.

Dikatakannya, padahal NTB dan NTM merupakan instrumen penting yang digunakan oleh banyak negara maju untuk melindungi industri nasional dari serbuan produk impor.

Menurutnya, ketimpangan jumlah instrumen proteksi tersebut menyebabkan industri di Tanah Air sering kalah bersaing di pasar domestik maupun global.

Baca juga: Menpar: Pariwisata sektor bebas hambatan tarif dan proteksi dagang

"Ini adalah salah satu alasan mengapa produk-produk asing begitu mudah masuk ke pasar kita, sementara negara lain memiliki banyak hambatan dagang terutama negara maju," katanya.

Hal itu sangat terasa ketika manufaktur melakukan ekspor memasuki pasar domestik mereka, negara tersebut yang mensyaratkan berbagai NTB dan NTM seperti standar, hasil pengujian, rekomendasi dan lain sebagainya yang harus dipenuhi produk manufaktur Indonesia agar bisa dijual di pasar domestik mereka, tambahnya.

Oleh karena itu, Kemenperin terus mendorong penguatan instrumen perlindungan industri melalui regulasi yang tepat, tanpa melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Kita harus dapat memanfaatkan NTB dan NTM secara optimal agar industri dalam negeri mampu tumbuh dan bersaing secara sehat," ujar Febri.

Kemenperin juga tengah mengkaji sektor-sektor strategis yang membutuhkan perlindungan lebih kuat melalui penerapan NTB dan NTM, seperti industri tekstil, kimia, baja, elektronik, dan otomotif.

Baca juga: Prabowo, Erdogan sepakat perluas akses pasar, hapus hambatan dagang

Febri berharap adanya dukungan lintas kementerian dan lembaga, serta dari pelaku industri, untuk bersama-sama memperjuangkan kepentingan nasional dalam upaya menghadapi tantangan global yang semakin kompleks saat ini.

Dia menambahkan, di tengah kondisi pasar kerja yang sedang menghadapi masalah, pemerintah akan lebih fokus memperhatikan perlindungan terhadap industri dalam negeri, terutama dari gempuran impor murah.

Selain itu, disampaikan dia terkait laporan survei dari Tholos Foundation, yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-122 dalam Indeks Hambatan Perdagangan Internasional atau International Trade Barriers Index 2025, Jubir Kemenperin menegaskan, bahwa lembaga pemeringkat tersebut belum transparan mengenai data dan metodologi penelitiannya.

"Seharusnya, lembaga tersebut mempublikasikan data, sumber data, dan metodologi yang digunakan untuk pemeringkatannya. Kalau berdasarkan WTO, NTB dan NTM Indonesia lebih kecil dibanding dengan negara lain, terutama negara maju dan negara tetangga di ASEAN," ujarnya.

Febri mengakui, ada beberapa pihak yang ingin Indonesia tak menjadi negara maju, terutama dalam membangun perekonomian.

Padahal, Indonesia memiliki modal dan potensi yang sangat besar, seperti ketersediaan sumber daya alam, peluang di pasar domestik, dan adanya bonus demografi.

Adapun bukti nyata komitmen dan keberpihakan pemerintah saat ini kepada industri dalam negeri, salah satunya melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |