Dua usaha AMDK lokal keberatan larangan Pemprov Bali

2 months ago 8

Denpasar (ANTARA) - Dua perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) lokal Bali menyampaikan keberatannya soal larangan Pemprov Bali dalam memproduksi dan distribusi air minum dalam kemasan di bawah 1 liter.

“Kebijakan pelestarian lingkungan di Bali memang penting dan mendesak, namun tidak boleh dijalankan secara sepihak tanpa mekanisme dialog dan perlindungan hukum bagi pelaku usaha lokal,” kata Direktur Utama CV Tirta Taman Bali I Gde Wiradhitya Samuhata.

Pengusaha AMDK merek Nonmin itu di Denpasar, Senin, mengatakan keberatan, dibarengi dengan menyampaikan sikap resmi dan analisis hukum terhadap Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025.

“Kami telah menyusun analisis yuridis dan akan mengirimkan pernyataan resmi kepada Dewan Pengurus Pusat Aspadin (Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia) di Jakarta, sebagai kontribusi konstruktif dalam penataan relasi antara dunia usaha, masyarakat adat, dan kebijakan daerah,” ujarnya.

Wiradhitya mengungkapkan bahwa perusahaan AMDK lokal Bali sejatinya menganggap desa adat bukan hanya mitra namun jiwa dari usaha mereka.

Baca juga: Pangsa pasar AMDK produksi lokal meningkat

Pengusaha tersebut sepakat dengan pelestarian lingkungan untuk kepentingan masyarakat termasuk adat, namun solusi yang diajukan adalah fokus pada sistem pengelolaan sampah plastik bukan pada kemasan plastik yang diproduksi.

Pemprov Bali diharapkan dapat berpindah dari pendekatan pelarangan simbolik ke arah reformasi sistem pengelolaan sampah plastik berbasis insentif daur ulang, edukasi publik, dan tanggung jawab produsen.

Menurut dia, kebijakan dalam surat edaran tentang Gerakan Bali Bersih Sampah ini berdampak diskriminatif, padahal semestinya ada perlindungan terhadap pelaku usaha yang telah berkontribusi sah bagi masyarakat adat.

Pengusaha lainnya yaitu Direktur Utama PT Tirta Mumbul Jaya Abadi Nyoman Arta Widnyana berpendapat alih-alih melarang AMDK di bawah 1 liter, sebaiknya juga melarang semua produk berbungkus plastik agar adil.

"Contoh beli minyak goreng, gula, kopi dan permen itu pakai plastik semua, ini seakan-akan kami saja yang menimbulkan sampah plastik," katanya.

Pengusaha AMDK lokal merek Yeh Buleleng itu menilai tidak adil apabila masalah sampah plastik hanya dibebankan pada industri AMDK, padahal kemasan botol PET dan gelas PP yang mereka pakai justru paling mudah didaur ulang.

Atas penolakan tersebut, perusahaan-perusahaan lokal Bali ini akhirnya menyatakan siap untuk berpartisipasi dalam pembentukan konsorsium daur ulang lokal yang melibatkan desa adat, pelaku industri, dan lembaga lingkungan sebagai langkah konkret daripada melarang AMDK di bawah 1 liter.

Mereka meyakini masa depan Bali ada di titik temu antara hukum dan adat, antara tanggung jawab ekologis dan keberlanjutan ekonomi rakyat.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |