San Diego, California (ANTARA) - Dalang Ki Midiyanto dan putranya Hanggoro Murti akan mementaskan wayang kulit dan gamelan di San Diego State University (SDSU), California, Amerika Serikat, Senin malam.
"Jarang dialami di luar Indonesia, wayang kulit dari Jawa adalah salah satu bentuk teater Indonesia yang menghidupkan cerita-cerita kuno, menampilkan boneka kulit yang diukir dan dicat dengan rumit, musik gamelan live yang semarak, dan penceritaan yang ahli dari dalang atau “dhalang,” ini adalah pertunjukan yang benar-benar imersif yang memikat penonton," tulis pernyataan resmi SDSU di laman resminya, dilansir dari layanan penyiaran publik KPBS di AS, Senin.
Pertunjukan Wayang Kulit Jawa akan digelar di Smith Recital Hall, San Diego State University (SDSU).
Ansambel Gamelan Jawa SDSU bersama Ki Midiyanto dan putranya akan tampil untuk dua pertunjukan khusus— yang satu pada pukul enam petang dan satu lagi pada pukul 19.30 waktu setempat.
Baca juga: Sejarah perkembangan Wayang kulit sebagai warisan budaya Indonesia
Tiket pertunjukan ditawarkan untuk semua usia seharga 10 sampai 15 dolar AS.
Dosen lulusan SDSU Laurel Grinnell-Wilson, sekaligus kurator SDSU World Music Concert Series dan menjabat sebagai direktur SDSU Javanese Gamelan Ensemble sejak 2018 mengatakan pertunjukan khusus itu sangat unik dan istimewa.
“Sangat istimewa sehingga kami dapat mengalaminya di SDSU,” kata dia.
Grinnel-Wilson menambahkan, “Kami di San Diego belum memiliki wayang kulit Jawa di seluruh wilayah selama lebih dari 30 tahun, sejak tahun 90an. Ini adalah peristiwa yang sangat langka untuk dilihat dan dialami secara mendalam di luar Indonesia”.
“Saya baru saja jatuh cinta dengan budaya dan musiknya,” kata Grinnell-Wilson. “Setiap minggu ketika kami berkumpul pada hari Selasa, ini hanyalah tempat untuk mengeksplorasi bahasa, budaya, dan nuansa, dan saya dapat berbagi kecintaan saya terhadap budaya tersebut dengan para siswa”.
Baca juga: Pemkab Boyolali lestarikan wayang kulit lewat serial Bharatayuda
Wayang kulit adalah tradisi yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu dan menggambarkan kisah-kisah epik dari Ramayana dan Mahabharata, dua teks dasar India tentang kemenangan kebaikan atas kejahatan. Bentuk seni memadukan mitologi, filsafat, dan humor menjadi pengalaman yang unik dan kaya budaya.
“Wayang” berasal dari kata “bayang,” yang berarti bayangan dalam bahasa Indonesia, dan “kulit” mengacu pada penggunaan kulit kerbau untuk membuat boneka, sebuah proses yang memerlukan pekerjaan tangan yang tepat dan dapat memakan waktu beberapa minggu.
Grinnell-Wilson mengatakan program Gamelan Jawa di SDSU telah memberinya, murid-muridnya, dan anggota masyarakat kesempatan untuk “mengeksplorasi instrumen yang terdengar berbeda, terlihat mencolok dan unik, dan belajar selama satu semester untuk mendapatkan otoritas pada tradisi musik yang hanya begitu tidak seperti musik Barat dan instrumen Barat”.
Baca juga: Sejarah dan aspek dalam kesenian wayang kulit
Teater wayang kulit Indonesia dianggap sebagai bentuk wayang tertua yang berdiri bebas, dan pada tahun 2003, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkannya sebagai “Mahakarya Warisan Lisan dan Nonbendawi Kemanusiaan”.
Ansambel Gamelan Jawa SDSU akan tampil bersama artis tamu istimewa Midiyanto dan putranya Hanggoro Murti (seniman tamu dari Jawa Tengah, Indonesia), yang akan berperan sebagai dalang pertunjukan.
Saat dalang mengoperasikan boneka dan bernyanyi, dia juga memberikan isyarat vokal, mengarahkan ansambel gamelan dan musik yang dimainkan sepanjang pertunjukan.
Midiyanto, seorang musisi dan dalang Jawa Tengah yang terkenal, saat ini bekerja sebagai dosen dan salah satu direktur ansambel pertunjukan Gamelan Sari Raras di Universitas California, Berkeley.
Lahir di Indonesia, Ki Midiyanto merupakan keturunan dari generasi musisi gamelan dan dalang. Ia telah bekerja sebagai artis tamu dan instruktur di seluruh AS dan Indonesia, serta di Singapura, Selandia Baru, Australia, dan Kanada.
Baca juga: Peran dalang, sinden, dan pengrawit dalam pementasan wayang kulit
Grinnell-Wilson pertama kali bertemu Midiyanto pada tahun 2009 ketika ia mengunjungi Indonesia untuk belajar gamelan sebagai siswa SDSU. Midiyanto mengadakan pertunjukan wayang kulit di rumahnya, dan itu adalah pertama kalinya dia pernah mengalami jenis seni pertunjukan itu.
“Sungguh suatu kehormatan untuk menyambutnya kembali ke sekolah tempat saya mengajar sekarang,” kata Grinnell-Wilson. “Rasanya sangat full-circle”.
Melalui kesenian Midiyanto yang terampil, ia telah memupuk apresiasi terhadap tradisi Jawa yang unik di banyak tempat di luar Indonesia, dengan penuh semangat berbagi budayanya dengan seluruh dunia.
Grinnell-Wilson menyampaikan terima kasih kepada College of Professional Studies and Fine Arts (PSFA) atas hibah pengembangan profesional tahun lalu yang telah memungkinkannya melakukan perjalanan ke Indonesia pada musim panas 2024.
“Berkat hibah tersebut, saya dapat membantu membangun hubungan ini untuk mewujudkan pertunjukan wayang kulit ini,” katanya. Dia menambahkan bahwa hal tersebut mendatangkan “seniman hebat yang tidak hanya bermanfaat bagi komunitas sekolah, tetapi juga komunitas yang lebih luas”.
Baca juga: KBRI Moskow gelar wayang kulit lakon "Sang Tetuka"
Penerjemah: Abdu Faisal
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025