Biaya dana obligasi SMF berpotensi turun usai jadi underlying repo

2 hours ago 3
Ketika cost of fund dari kami turun dan itu hubungannya dengan FLPP, kami bisa leverage atau ungkit FLPP lebih besar,

Jakarta (ANTARA) - Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Martin D. Siyaranamual mengatakan, biaya dana obligasi SMF berpotensi menurun usai obligasi perseroan bisa dijadikan sebagai underlying repo di Bank Indonesia.

Hal ini memungkinkan PT SMF meningkatkan daya ungkit pendanaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

“Ketika cost of fund dari kami turun dan itu hubungannya dengan FLPP, kami bisa leverage atau ungkit FLPP lebih besar,” kata Martin di Surakarta, Sabtu.

Dia menjelaskan bahwa ketika obligasi SMF semakin diterima oleh investor dan pasar, maka kebutuhan perusahaan untuk memberikan imbal hasil tinggi dapat berkurang.

Baca juga: Mentri PKP apresiasi kolaborasi Ruang Pintar PNM dan SMF

Ia mencontohkan, spread imbal hasil obligasi SMF terhadap SBN berada di kisaran 100-150 basis poin (bps). Dengan adanya fasilitas repo, SMF dapat menawarkan spread yang lebih rendah, misalnya sekitar 80 bps. Penurunan spread ini secara langsung menekan biaya dana perseroan.

Dengan biaya dana yang lebih rendah, kemampuan SMF untuk meningkatkan porsi pendamping FLPP juga meningkat.

Untuk diketahui, saat ini SMF menyediakan porsi dana pendamping sebesar 25 persen untuk pembiayaan KPR FLPP. Penurunan biaya dana tersebut pada akhirnya berpotensi mendorong volume penyaluran KPR subsidi.

Dia menambahkan, fasilitas repo juga mendorong likuiditas pasar obligasi jangka panjang. Investor yang sebelumnya kurang tertarik pada tenor 10, 15, hingga 20 tahun, kini lebih terbuka untuk membeli obligasi jangka panjang karena obligasi SMF dapat direpo ke Bank Indonesia.

Baca juga: BI perluas underlying repo pekan depan, tahap awal pakai obligasi SMF

“Dengan adanya obligasi SMF dijadikan underlying repo, bank tahu mereka bisa memperoleh likuiditas cepat. Ini membantu menjaga stabilitas likuiditas perbankan dan rasio kecukupan likuiditas,” jelas dia.

Sebagai informasi, BI memiliki sejumlah kriteria bagi surat berharga yang dapat diterima sebagai underlying antara lain jenis aset likuid berkualitas tinggi (high-quality liquid assets/HQLA).

Direktur Bisnis SMF Heliantopo mengatakan bahwa akses repo akan meningkatkan minat investor membeli obligasi SMF karena mereka memiliki exit option yang likuid.

Ia mengingatkan, program perumahan nasional sebanyak 3 juta rumah membutuhkan likuiditas besar. Maka obligasi SMF yang bisa menjadi underlying repo ini diharapkan dapat memperlancar perputaran dana dan meningkatkan volume penyaluran KPR FLPP.

Baca juga: PT SMF salurkan Rp1,75 triliun untuk KPR FLPP pada semester I 2025

Adapun hingga saat ini, ujar Heliantopo, surat berharga yang bisa direpo di BI hanya mencakup obligasi SMF yang konvensional maupun syariah.

Sementara untuk Efek Beragun Aset (EBA), keterbatasan jumlah dan likuiditas menjadi kendala. Namun, SMF berharap EBA dapat dijadikan underlying repo di masa depan jika likuiditas dan kualitasnya memadai.

Diberitakan sebelumnya, rencana perluasan underlying repo telah diungkapkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Oktober 2025, Rabu (22/10).

Perry mengatakan, bank sentral terus memperkuat strategi operasi moneter pro-market salah satunya memperluas underlying repo dengan surat berharga berkualitas tinggi lainnya yang diterbitkan oleh lembaga jasa keuangan yang dibentuk atau didirikan pemerintah.

Baca juga: SMF salurkan pendanaan ke lembaga pembiayaan Rp14,53 triliun hingga Q3

Namun, saat itu Perry belum menjelaskan lebih lanjut mengenai definisi “surat berharga berkualitas tinggi” yang dimaksud.

Selanjutnya pada Jumat (7/11), BI mengumumkan bahwa perluasan underlying repo mencakup obligasi korporasi yang diterbitkan oleh SMF. Pelaksanaan perluasan underlying ini dimulai pada 10 November 2025.

Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI Fitra Jusdiman mengatakan bahwa selama ini, instrumen repo BI umumnya menggunakan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai agunan. Padahal, terdapat berbagai jenis surat berharga yang juga memiliki kualitas tinggi dan likuiditas memadai.

BI pun menetapkan sejumlah kriteria bagi surat berharga yang dikatakan berkualitas tinggi yang dapat diterima sebagai underlying, antara lain memiliki peringkat tinggi, dapat diperjualbelikan, aktif diperdagangkan dalam periode tertentu, tercatat di rekening peserta OM, serta tidak sedang diagunkan.

Baca juga: BP Tapera sebut realisasi FLPP mencapai 219.111 rumah per 7 November

Obligasi yang diterbitkan SMF dinilai memenuhi seluruh kriteria tersebut, sehingga digunakan pada tahap awal penerapan kebijakan ini. Ke depan, BI membuka kemungkinan untuk menerima obligasi korporasi lain yang memiliki kualitas setara.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |