Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi V DPR RI Sudjatmiko menyarankan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) agar menambah tenaga pendamping profesional (TPP) atau pendamping desa.
Menurut pria yang akrab disapa Miko itu, saat ini tidak semua desa memiliki tenaga pendamping yang bisa mendampingi pembangunan desa agar tepat sasaran.
"Desa ini perlu pendamping desa yang banyak. Kalau kita lihat, kita baru memenuhi tidak sampai 50 persen dari jumlah desa. Kalau yang baik adalah ditambah, bukan dikurangi," kata dia dalam rapat kerja Komisi V bersama Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Sejalan dengan hal itu, Miko pun menyarankan agar pada tahun mendatang Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dapat mengajukan penambahan anggaran kepada Kementerian Keuangan untuk menghadirkan pendamping desa, minimal satu pendamping di setiap desa di tanah air.
Baca juga: Kemendes perpanjang program pendamping desa
"Harapan kami, Menteri Desa dan PDT Yandri Susanto nanti dalam menyusun anggaran 2026, dianggarkan satu desa satu pendamping karena itu bisa lebih maksimal. Jadi diutamakan, saran kami," ucapnya.
Sebelumnya dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI pada Rabu (12/3), Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto telah menyampaikan mengenai adanya evaluasi terhadap pendamping desa, seperti dengan memberhentikan pendamping yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dia menyampaikan hal itu dilakukan guna memastikan profesionalitas para pendamping desa.
"Kenapa yang nyaleg itu kami evaluasi? Karena namanya TPP, tenaga pendamping profesional. Kalau dia nyaleg, berarti sudah memblok (berpihak pada pihak tertentu)," kata Yandri.
Apabila hal itu dibiarkan, kata Yandri, pada 2029 kemungkinan sebagian besar pendamping desa akan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau nyaleg.
Baca juga: Mendes PDT lakukan evaluasi kinerja pendamping desa
Ia menyampaikan bahwa langkah evaluasi itu dilakukan merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Aturan itu mewajibkan pejabat tertentu, termasuk karyawan lembaga atau badan lain, untuk mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karyawan merupakan orang yang bekerja pada suatu lembaga dengan menerima gaji atau upah berdasarkan kontrak kerja. Jika mengacu pada definisi itu, TPP atau pendamping desa dapat dikategorikan sebagai karyawan karena mereka bekerja berdasarkan kontrak dan menerima honor dari APBN.
"Dalam Undang-Undang Pemilu sudah diatur, mereka digaji dari APBN," ucap Yandri.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025