Jakarta (ANTARA) - Lembaga think tank bidang energi Institute for Essential Services Reform (IESR) mendukung implementasi kebijakan pemanfaatan bersama jaringan transmisi atau power wheeling sebagai solusi yang saling menguntungkan (win-win) bagi seluruh pihak dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menilai kebijakan ini sangat penting untuk menarik investasi asing langsung (FDI), memacu pertumbuhan ekonomi, dan memungkinkan PT PLN fokus pada pengembangan infrastruktur jaringan.
Menurut Fabby, tanpa implementasi power wheeling, Indonesia berpotensi kehilangan peluang investasi signifikan karena investor akan mempertimbangkan ketersediaan listrik hijau dalam keputusan investasi mereka, dan ini secara langsung akan menghambat target pertumbuhan ekonomi delapan persen yang dicanangkan pemerintah.
"Kalau kita mengabaikan ini, maka PLN akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sumber pendanaan baru, dan yang lebih penting bahwa akan sulit buat Indonesia untuk semakin berdaya saing di Asia Tenggara untuk mendapatkan investasi," ujarnya.
Baca juga: ESDM sebut RUU EBET tetap prioritas, PBJT masih jadi perdebatan
Ia mencontohkan keberhasilan negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand dalam menarik investasi hijau melalui kebijakan serupa. Vietnam berhasil menarik minat korporasi sebesar lebih dari 5.600 megawatt hanya dalam kurun waktu enam bulan.
Sementara, skema Corporate Renewable Energy Supply di Malaysia berhasil menciptakan investasi lebih dari 10,3 miliar dolar AS untuk perusahaan listrik negara mereka dalam modernisasi jaringan.
Fabby menyebut negara-negara tetangga ini juga berhasil menarik investasi yang cukup besar dari perusahaan-perusahaan multinasional, seperti Google, Oracle, Samsung, dan Microsoft, dan perusahaan-perusahaan semikonduktor, yang menargetkan penggunaan 100 persen energi terbarukan dalam operasional mereka.
Baca juga: PBJT diyakini bisa tarik investasi energi terbarukan di Indonesia
Oleh karena itu, IESR merekomendasikan beberapa langkah penting kepada pemerintah. Pertama, mengintegrasikan rencana kebijakan power wheeling ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) yang akan dibahas ulang di DPR serta memasukkannya ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
IESR berpendapat bahwa implementasi power wheeling tidak akan menghilangkan model bisnis PLN yang terintegrasi secara vertikal. Namun, kebijakan ini memerlukan pengaturan baru yang menegaskan peran penting PLN sebagai operator jaringan utama.
Selain itu, IESR mengusulkan adanya skema tarif wheeling yang transparan dalam kontrak yang ditawarkan kepada pihak yang ingin menggunakan jaringan transmisi.
"Kami menilai bahwa kebijakan power wheeling itu merupakan solusi yang win-win bagi semua pihak, membuat PLN bisa lebih fokus dalam pengembangan grid. Kemudian kita bisa mendapatkan investasi untuk pengembangan infrastruktur energi terbarukan dan memanfaatkan potensi energi terbarukan kita yang besar dan mencapai pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025