Waspada leptospirosis di musim hujan: Lonjakan kasus Yogyakarta 2025

2 months ago 19

Jakarta (ANTARA) - Dengan curah hujan yang tinggi saat ini, berbagai penyakit dan virus kerap menyebar dengan pesat. Salah satu faktor pengantarnya adalah melalui genangan air atau becekan yang ada di sekitar masyarakat ketika sedang banjir. Salah satu penyakit yang rentan menyebar di kondisi seperti ini adalah leptospirosis.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta mencatat jumlah kasus leptospirosis di wilayah tersebut meningkat menjadi 19 kasus per 8 Juli 2025 dengan enam di antaranya meninggal dunia. Kasus ini menjadi peringatan serius bagi masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama pada musim hujan dan banjir.

“Jumlah kasus hingga semester I 2025 sudah mencapai 19 kasus. Yang cukup memprihatinkan, angka kematiannya tinggi, yakni enam kasus,” kata Kabid Pencegahan, Pengendalian Penyakit, Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Dinkes Kota Yogyakarta, Lana Unwanah, dalam konferensi pers di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (10/7).

Lana menjelaskan, jumlah tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang mencatatkan 10 kasus dengan dua kematian. Tingkat kematian atau fatalitas kasus tahun ini mencapai 31 persen dari total kasus yang terdata, angka yang tergolong tinggi untuk penyakit menular seperti leptospirosis.

Temuan kasus leptospirosis di Kota Yogyakarta pada 2025 tersebar di 11 kemantren (kecamatan). Kasus terbanyak ditemukan di Jetis dan Tegalrejo dengan masing-masing tiga kasus, sedangkan kasus kematian tercatat di Pakualaman, Gedongtengen, Wirobrajan, Jetis, serta dua kasus di Ngampilan. Tiga kemantren yang masih bebas kasus yakni Kraton, Danurejan, dan Gondomanan.

Baca juga: Dinkes Yogyakarta uji tikus dari lokasi kematian akibat leptospirosis

Gejala tidak spesifik

Leptospirosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Leptospira yang ditularkan melalui air atau tanah yang terkontaminasi air kencing tikus atau hewan lain yang terinfeksi. Sayangnya, gejala awal leptospirosis kerap tidak disadari karena mirip dengan penyakit ringan seperti flu atau kelelahan.

“Gejala klinisnya tidak spesifik, sehingga sering kali pasien menganggap hanya sakit biasa karena kehujanan atau kelelahan, padahal infeksi sudah berkembang,” kata Lana. Beberapa gejala awal meliputi demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot terutama pada betis dan punggung bawah, mual, muntah, serta mata merah.

Dinkes Kota Yogyakarta mencatat, sebagian besar pasien baru memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan setelah kondisi memburuk. Salah satu kasus meninggal terbaru menunjukkan pasien baru ke rumah sakit pada hari kedelapan sejak sakit, sehingga penanganan yang optimal tidak dapat dilakukan tepat waktu.

“Gangguan ginjal akibat leptospirosis bersifat akut dan bisa sembuh apabila infeksi segera diatasi. Kalau ditangani sejak awal, termasuk bila perlu cuci darah, pasien bisa pulih tanpa perlu menjalani cuci darah rutin,” ujar Lana.

Siapa yang berisiko?

Faktor risiko leptospirosis tidak selalu berkaitan langsung dengan pekerjaan di lingkungan kotor atau becek. Dari 19 kasus yang tercatat, beberapa pasien bekerja di swalayan, pelajar, hingga yang memiliki hobi memancing atau kegiatan luar ruangan lainnya.

Selain tikus, bakteri Leptospira juga dapat dibawa oleh sapi, anjing, atau babi. Bakteri ini bisa bertahan lebih lama di lingkungan yang lembap, sehingga risiko penularan meningkat pada musim hujan atau saat terjadi banjir.

Baca juga: Penanganan dan pengobatan untuk penderita leptospirosis

Leptospirosis banyak ditemukan di negara beriklim tropis dan subtropis seperti Indonesia. Masyarakat yang sering beraktivitas di luar ruangan, tinggal di kawasan rawan banjir, atau sering melakukan rekreasi air di alam bebas perlu meningkatkan kewaspadaan.

Kenali gejala berat
Pada sebagian kasus, leptospirosis dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih parah, dikenal sebagai penyakit Weil. Gejala tahap lanjut meliputi penyakit kuning, bengkak pada tangan dan kaki, kesulitan buang air kecil, perdarahan, sesak napas, hingga nyeri dada.

Dinkes Kota Yogyakarta mengimbau masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala yang dicurigai sebagai leptospirosis. Penanganan medis sedini mungkin dapat menurunkan risiko komplikasi berat, termasuk kerusakan organ ginjal dan hati.

Langkah pencegahan

Lana menekankan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah penularan leptospirosis. Masyarakat diimbau untuk selalu menggunakan alat pelindung seperti sepatu bot atau sarung tangan saat beraktivitas di area rawan banjir atau genangan air, serta mencuci tangan dan kaki setelah beraktivitas.

“Waspada terutama jika beraktivitas di lingkungan basah atau dekat aliran air. Jangan anggap remeh gejala demam, nyeri otot, atau sakit kepala setelah beraktivitas di luar rumah,” pesan Lana.

Dinkes juga terus melakukan pemantauan dan edukasi masyarakat agar kasus tidak semakin meluas. Masyarakat diharapkan segera mengakses layanan kesehatan terdekat jika mengalami gejala, guna mendapatkan diagnosis dan penanganan secepatnya.

Baca juga: Cara cegah penyebaran leptospirosis saat musim hujan

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |