Luka di balik seragam

2 hours ago 1
Di balik tragedi ini, ada pesan moral yang tak boleh diabaikan yakni seragam hanyalah kain, bukan cermin sejati moralitas

Mataram (ANTARA) - Minggu siang di Dusun Nyiur Lembang Dalem, Desa Jembatan Gantung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), warga digegerkan oleh penemuan tubuh seorang polisi muda.

Brigadir Esco Faska Rely ditemukan tak bernyawa di kebun belakang rumahnya dengan leher terjerat tali dan tubuh terikat pada batang pohon kecil. Keheningan kebun mendadak berubah jadi hiruk-pikuk kepolisian dan warga yang berbondong-bondong menyaksikan.

Identitas Esco segera terungkap dari pakaian dinas yang masih melekat dan barang pribadi yang ditemukan di saku celananya. Sebuah kabar duka yang tak hanya mengguncang keluarga, tetapi juga institusi tempat ia mengabdi. Ironisnya, penyelidikan justru menyeret nama orang terdekatnya yakni sang istri, Briptu Rizka Sintiyani, yang juga anggota kepolisian.

Sejak kasus ini mencuat, perhatian publik tertuju pada dua hal yakni kronologi kematian yang penuh misteri dan fakta bahwa istri korban ditetapkan sebagai tersangka. Dalam tubuh Polri sendiri, kasus ini memicu pertanyaan mendasar, bagaimana mungkin tragedi sedemikian kelam terjadi dalam lingkaran keluarga aparat penegak hukum?

Penyidik Polres Lombok Barat dan Polda NTB bergerak cepat. Lebih dari 50 saksi diperiksa secara maraton. Bukti-bukti digital dari ponsel Esco dan istrinya diekstrak.

Hasil autopsi dari RS Bhayangkara mengungkap adanya luka akibat hantaman benda tumpul serta indikasi jeratan di leher. Rangkaian bukti inilah yang kemudian menguatkan dugaan pembunuhan, hingga Briptu RS resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, masyarakat tidak sekadar menunggu hasil penyidikan. Kasus ini menjadi bahan perbincangan luas. jika di dalam rumah tangga aparat saja bisa terjadi tragedi fatal, bagaimana nasib warga biasa yang berharap perlindungan dari kepolisian?

Di permukaan, kasus ini mungkin tampak seperti persoalan rumah tangga yang berakhir tragis. Namun, jika ditelaah lebih dalam, tragedi Esco memperlihatkan rapuhnya pagar moral yang seharusnya melindungi kehidupan pribadi aparat.

Polisi kerap dituntut menjadi pelindung masyarakat, pengayom hukum, sekaligus simbol ketertiban. Namun, di balik seragam, mereka tetap manusia biasa, dengan segala kerentanan emosional dan konflik rumah tangga. Ketika konflik itu tak terselesaikan dengan sehat, risiko besar mengintai, bukan hanya bagi keluarga, tapi juga bagi wibawa institusi.

Fenomena kekerasan domestik di kalangan aparat bukan cerita baru. Beberapa tahun lalu, kasus serupa juga pernah mencuat di daerah lain. Namun, jarang ada refleksi institusional yang mendalam tentang bagaimana masalah pribadi bisa berdampak ke ranah publik.

Baca juga: Polres tetapkan Briptu RS jadi tersangka pembunuhan suaminya

Baca juga: Polri laksanakan transformasi dan reformasi secara menyeluruh

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |