Bandarlampung (ANTARA) - Paruh kedua 2025 mungkin menjadi salah satu periode tersibuk bagi para aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Tinggi (Kejati), di Lampung, untuk mengungkap berbagai kasus dugaan korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Kerja keras dalam pengungkapan kasus tersebut dilakukan mengingat korupsi saat ini sudah menjadi penyakit masyarakat yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan kepada jalannya roda pemerintahan daerah.
Beberapa kasus yang terungkap antara lain kasus tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan/penataan kawasan gerbang rumah jabatan Bupati Tahun Anggaran 2022 senilai Rp6,99 miliar lebih yang melibatkan Bupati Lampung Timur periode 2021-2025 M Dawam Rahardjo.
Kemudian, kasus dugaan korupsi proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Air Minum dan Perluasan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Tahun Anggaran 2022 senilai Rp8,2 miliar yang menetapkan Bupati Pesawaran periode 2016-2025 Dendi Ramadhona sebagai tersangka.
Dandi yang hampir selama sembilan tahun menjabat sebagai kepala daerah di Pesawaran itu dinilai mengetahui proses penggarapan proyek SPAM yang diusulkan Dinas Perumahan dan Pemukiman Rakyat, tetapi justru dilaksanakan oleh Dinas PUPR.
Peralihan kewenangan yang tidak sesuai perencanaan itu diduga membuat hasil pelaksanaan di lapangan tidak tercapai sesuai kesepakatan dan melahirkan kerugian keuangan negara.
Kejati Lampung juga telah menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi terhadap pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10 persen pada wilayah kerja Offshore South East Sumatra (WK OSES) senilai 17.286.000 dolar AS.
Ketiga tersangka tersebut yakni M Hermawan Eryadi selaku Direktur Utama, Budi Kurniawan ST selaku Direktur Operasional, dan S Heri Wardoyo selaku Komisaris PT Lampung Energi Berjaya (LEB) selaku penerima dana PI 10 persen.
Untuk kasus terakhir, Gubernur Lampung periode 2019-2024 Arinal Djunadi bahkan sempat diminta keterangan sebagai saksi.
Puncaknya, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan dan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada Bupati Lampung Tengah periode 2025-2030 Ardito Wijaya pada 9-10 Desember.
Bupati ditangkap bersama empat orang lainnya, dan menjadi tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa, serta penerimaan lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah tahun anggaran 2025.
KPK menduga Ardito Wijaya menerima Rp5,75 miliar terkait kasus tersebut, dan memakai Rp5,25 miliar guna melunasi pinjaman bank untuk kebutuhan kampanye selama Pilkada 2024.
Pengungkapan kasus tersebut seakan-akan mencoreng citra kepala daerah di Lampung, karena seharusnya pejabat publik menjadi panutan masyarakat dalam bertindak dan berperilaku.
Secara tersirat terdapat modus operandi yang sering dilakukan para pelaku tindak pidana korupsi yaitu pengutipan fee atau penunjukan pemenang proyek untuk pengadaan barang dan jasa sebagai bentuk balas jasa.
Kasus ini juga berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh penegak hukum, karena sangat jarang pelaku tindakan korupsi hanya bekerja sendirian. Biasanya korupsi merupakan hasil dari "kerja bersama" yang melibatkan beberapa pihak.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































