Selalu menjadi diri yang baru, tidak hanya di tahun baru

2 months ago 42

Jakarta (ANTARA) - Hari ini kita memasuki tahun baru 1447 Hijriah. Sudahkah kita menjadi pribadi baru yang lebih berkelas? Walau idealnya, setiap waktu manusia harus menjadi diri yang baru, tidak perlu menunggu tahun baru. Tapi setidaknya, meminjam tahun baru sebagai momen muhasabah atau introspeksi diri adalah hal baik untuk penyegaran kualitas hidup.

"Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”. Kalimat ini yang sering kita dengar dalam keseharian yang merupakan kutipan dari hadits Nabi Muhammad SAW.

Intinya, manusia hendaknya selalu menjadi diri yang lebih baru (baik) seiring berjalannya waktu. Bila kondisinya sama saja tergolong orang yang merugi, apalagi bila menurun atau lebih buruk maka, kata Nabi, termasuk orang yang celaka.

Peningkatan dan perbaikan kualitas diri dituntut terus berlangsung, terus berproses, berbarengan dengan merambatnya usia. Tidak hanya saat pergantian tahun, kita baru melakukan muhasabah, introspeksi atau refleksi, lalu menyusun resolusi.

Karena kealpaan dan kebodohan perilaku bisa terjadi setiap saat, maka perbaikannya pun seyogyanya dilakukan kala itu juga. Kesalahan tidak perlu ditimbun hingga akhir tahun dan berniat memperbaiki di awal tahun.

Perayaan tahun baru memang bagus menjadi momen muhasabah dan lantas membuat resolusi perbaikan untuk ke depannya. Meskipun demikian, bukan berarti sepanjang bulan berjalan kita boleh jeda, tanpa upaya peningkatan kualitas hidup, baik pada aspek material, intelektual, terlebih pada sisi moral-spiritual.

Dalam Islam, penghargaan atas waktu itu begitu tinggi, hingga terdapat Surat Al Ashr (demi masa) dalam Al Quran. Selain itu, hadits Nabi SAW juga mengingatkan umatnya untuk menjaga lima perkara, sebelum datangnya lima perkara. Kelima perkara itu adalah memanfaatkan waktu muda sebelum datang waktu tua, waktu sehat sebelum sakit; masa kaya sebelum miskin; masa luang sebelum sibuk, dan memanfaatkan waktu hidup sebelum datangnya kematian.

Orang yang tidak menghargai waktu dan terbiasa melewatkannya, tanpa suatu amalan berarti, dalam berbagai ayat dan hadits digambarkan sebagai umat yang merugi, bahkan celaka.

Agar tidak termasuk golongan orang yang celaka, perbarui diri selalu, jangan menunggu “ditegur” oleh Tuhan terlebih dulu.

Seringkali manusia akan menemukan kesadaran setelah memperoleh teguran keras dari Tuhan. Teguran bisa berupa penyakit, kehilangan, atau musibah. Dalam kondisi terpuruk dan tak tahu lagi harus berbuat apa, saat itulah Tuhan baru betul-betul hadir dalam pikirannya.

Kesakitan, kepahitan dan kegetiran biasanya akan membentuk kebijaksanaan dalam diri seseorang. Segetir apa hidupnya, setingkat itu kebijaksanaan yang terbentuk karenanya. Meski ada pula yang merespons teguran Tuhan dengan keputusasaan, sehingga tidak memperoleh kenaikan kelas kebijaksanaan yang seharusnya diraih.

Tapi secara teori, seharusnya teguran Tuhan menjadi salah satu sarana yang mampu mengantarkan seseorang menjadi pribadi baru, setelah berhasil melewatinya.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |