Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Kasandra Putranto mengatakan pihak sekolah perlu memastikan pendisiplinan yang diberikan pada siswa bersifat adil dan mendukung tumbuh kembangnya.
"Sebelum memberikan hukuman kepada murid yang melanggar aturan, pihak sekolah perlu mempertimbangkan beberapa aspek penting untuk memastikan pendisiplinan dilakukan secara adil, efektif, dan mendukung perkembangan psikologis serta sosial anak," kata Kasandra saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Kasandra mengatakan sebelum melakukan pendisiplinan sekolah harus memahami konteks dan motif pelanggaran. Sekolah diharapkan menyelidiki alasan di balik pelanggaran terlebih dahulu seperti faktor lingkungan, tekanan teman atau masalah emosional.
Memahami akar masalah melalui dialog dapat mencegah pendekatan yang merusak seperti hukuman fisik.
Hukuman yang diberikan sekolah harus sesuai dengan peraturan nasional, seperti Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia, yang melarang kekerasan fisik atau psikologis. Sebab, hukuman fisik seperti tamparan dapat menyebabkan trauma, depresi, atau agresi dan menurunkan harga diri siswa.
Baca juga: 634 siswa SMAN 1 Cimarga kembali belajar setelah dimediasi gubernur
Selain itu, sekolah harus memiliki aturan yang jelas, dikomunikasikan kepada siswa dan orang tua, serta diterapkan secara konsisten karena ketidakjelasan aturan dapat memicu persepsi ketidakadilan
Hukuman harus bertujuan mengajarkan nilai dan tanggung jawab, bukan hanya menghukum.
Menurutnya, hukuman pun perlu disesuaikan dengan usia siswa dan tingkat keparahan pelanggaran. Hukuman fisik pada remaja dapat memperburuk gangguan mental karena fase perkembangan mereka yang sensitif.
"Tindakan pendisiplinan dengan cara kejam seperti menampar anak dapat berdampak serius pada kondisi psikologis anak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," ujarnya.
Beberapa dampaknya yang timbul seperti muncul rasa takut dan cemas terhadap guru atau lingkungan sekolah yang berdampak pada konsentrasi dan menurunnya semangat belajar, turunnya rasa kepercayaan diri, masuk dalam kebingungan moral yang sulit membedakan antara disiplin dan kekerasan.
Hukuman fisik seperti memberikan terbukti meningkatkan perilaku agresif, rasa takut, dan reaksi emosional negatif pada anak. Dampak psikologis jangka panjangnya berupa trauma emosional, meniru cara guru melakukan kekerasan hingga menarik diri dari sosial atau mengalami masalah mental.
Baca juga: DPR ingatkan penegakan disiplin pada siswa harus bersifat mendidik
Oleh karenanya, kolaborasi dengan orang tua dan guru BK penting untuk mendukung pendisiplinan holistik. Keterlibatan orang tua dalam pendisiplinan positif meningkatkan efektivitas perubahan perilaku.
Dalam kesempatan itu, Kasandra juga menilai bahwa kasus yang terjadi di SMA 1 Cimarga, Lebak, Banten telah masuk sebagai tindakan kekerasan fisik seperti tamparan dinilai tidak tepat dan bertentangan dengan prinsip pendidikan modern.
Ia turut menilai hal tersebut dapat menggagalkan tujuan bersama dalam mewujudkan sekolah ramah anak, di mana otoritas guru seharusnya digunakan untuk mendidik, bukan melampiaskan emosi. Sebaliknya, mereka merekomendasikan fokus pada pencegahan dan intervensi psikologis untuk mengatasi akar masalah seperti merokok, yang sering dipicu oleh faktor sosial, tekanan teman, atau kurangnya pengawasan.
Baca juga: Komnas PA Banten minta sekolah tegakkan tata tertib tanpa kekerasan
Baca juga: P2G imbau Gubernur Banten tidak copot kepsek imbas murid merokok
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.