Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengajukan kontra memori atas banding yang diajukan terdakwa kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah tahun 2023–2025, Djuyamto.
“Bila terdakwa banding, maka sesuai SOP kita, jaksa penuntut umum (JPU) akan menyatakan banding juga dengan membuat memori dan kontra memori,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna di Jakarta, Rabu.
Ia juga mengatakan bahwa pada prinsipnya, JPU menerima putusan majelis hakim lantaran tuntutan telah terakomodasi oleh hakim.
“JPU pada prinsipnya menerima karena semua isi tuntutan, baik tentang pidana, denda, dan uang pengganti, diakomodasi hakim dan seluruh pertimbangan JPU diambil alih oleh hakim dalam putusannya,” ucapnya.
Sebagai informasi, kabar pengajuan banding Djuyamto yang merupakan hakim nonaktif itu dikonfirmasi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Benar bahwa terdakwa atas nama Djuyamto telah mengajukan banding pada Senin (8/12),” kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Sunoto.
Diketahui, tiga hakim nonaktif, yakni Djuyamto; Ali Muhtarom; dan Agam Syarief Baharuddin, yang menjatuhkan vonis lepas terhadap kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tahun 2022, dipidana selama 11 tahun penjara.
Djuyamto terbukti menerima uang suap sebesar Rp9,21 miliar serta Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin masing-masing menerima Rp6,4 miliar.
Selain pidana penjara, ketiga terdakwa juga dijatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Tak hanya itu, majelis hakim turut menjatuhkan ketiga hakim dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.
Putusan hakim tersebut sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni masing-masing pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp500 juta subsider pidana 6 bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp9,5 miliar untuk Djuyamto beserta Ali dan Agam masing-masing dituntut membayar Rp6,2 miliar, dengan masing-masing subsider 5 tahun penjara.
Adapun dalam perkara tersebut, ketiga hakim menerima suap sebanyak dua kali, yang diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Baca juga: Kejagung periksa tersangka kasus minyak mentah untuk kasus Petral
Baca juga: Kejagung benarkan cegah lima orang ke luar negeri dalam kasus pajak
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































