Peneliti BRIN tegaskan klaim vaksin mRNA sebabkan kanker tak berdasar

1 month ago 8
Kalau kita boleh menjawab klaim bahwa vaksin mRNA tersebut menyebabkan kanker atau antiprotein penekanan tumor, ini bisa kita sebut sebagai informasi yang tidak berdasar atau tidak berbasis dari bukti ilmiah

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Biomedis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Khariri menegaskan bahwa klaim vaksin berbasis Messenger Ribonucleat Acid (mRNA) dapat menyebabkan kanker tidak memiliki dasar ilmiah.

"Kalau kita boleh menjawab klaim bahwa vaksin mRNA tersebut menyebabkan kanker atau antiprotein penekanan tumor, ini bisa kita sebut sebagai informasi yang tidak berdasar atau tidak berbasis dari bukti ilmiah," katanya dalam diskusi ilmiah mengenai vaksin dan COVID-19 di Jakarta, Selasa.

Khariri menjelaskan messenger RNA bekerja hanya untuk membawa instruksi membuat protein sementara, seperti protein spike pada SARS-CoV-2, dan proses ini terjadi di sitoplasma sel.

Baca juga: Menkes: BGSi dan Etana menandai kemandirian bioteknologi Indonesia

"Instruksi ini tidak masuk ke dalam inti sel di mana tempat DNA berada. Dan proses ini tidak mengubah DNA," jelasnya.

Lebih lanjut, Khariri menekankan bahwa mRNA tidak dapat menyisip ke DNA manusia tanpa bantuan enzim reverse transcriptase, yang tidak dimiliki tubuh manusia.

Ia juga menyebutkan bahwa tidak ada mekanisme dalam vaksin mRNA yang memungkinkan integrasi ke DNA manusia. Platform mRNA, kata dia, telah terbukti aman berdasarkan data ilmiah dan telah digunakan secara luas dalam pengembangan vaksin modern.

Mengenai asal-usul hoaks ini, Khariri menjelaskan bahwa penyebaran informasi menyesatkan sangat mudah terjadi di era media sosial.

Baca juga: Pemerintah datangkan 5 juta dosis vaksin mRNA Pfizer

Untuk melawan hoaks, ia menilai edukasi publik menjadi kunci, di mana informasi harus disampaikan dengan bahasa yang sederhana, sesuai tingkat pendidikan dan pemahaman masyarakat.

"Gunakan istilah-istilah yang setidaknya bisa diterima masyarakat dengan baik tanpa bermakna ganda," ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar peneliti, akademisi, dan tenaga kesehatan selalu fokus pada bukti ilmiah ketika mengklarifikasi hoaks.

"Tekankan sebagai bukti, fokus pada bukti dan data ilmiahnya bahwa informasi tersebut memang tidak sesuai dengan data atau faktualnya," tutur Khariri.

Baca juga: BPOM: Vaksin COVID-19 AWcorna peluang Indonesia kembangkan mRNA

Baca juga: BPOM pastikan seluruh vaksin COVID-19 produksi dalam negeri halal

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |