Pajak karbon pada gedung boros energi masih dikaji

3 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah masih mengkaji terkait pengenaan pajak karbon pada bangunan yang boros energi atau disinsentif sebagai upaya mendorong pemilik bangunan gedung menerapkan konsep bangunan hijau.

"Apakah akan mengenakan pajak karbon jika bangunan gedung ternyata boros energi, tidak diberikan insentif?," ujar Ketua Tim Fasilitasi Sekretariat Pusat Pembinaan Bangunan Gedung Hijau (BGH), Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Fajar Santoso di Jakarta, Selasa.

Fajar dalam Bicara Kota Series ke-19 bertema "Peran Green Building dalam Reduksi Emisi Karbon" mengatakan, Kementerian PU bekerjasama dengan Lembaga Teknologi Universitas Indonesia (Lemtek UI) membuat kajian insentif dan disinsentif, namun sifatnya masih normatif.

"Kuantitatif ini direncanakan di akhir 2025 sampai 2026 bisa disusun," kata dia yang juga menjabat sebagai Kepala Balai Teknis Sains Bangunan itu.

Baca juga: Menteri LH akan komunikasi dengan Menkeu bahas pajak karbon

Di sisi lain, pemerintah berencana memberikan sertifikasi emisi reduksi karbon yang harganya terjangkau kepada pemilik bangunan gedung. Hal ini untuk memastikan proyek atau bangunan mengurangi atau menyerap emisi gas rumah kaca.

"Kalau disertifikasi hijau, nilai karbon ini bisa diperdagangkan. Di Singapura harga per ton karbondioksida mencapai Rp500 ribu. Sementara di Indonesia masih rendah," ujar dia.

Pemerintah sedang berupaya agar reduksi emisi karbon yang dihasilkan oleh bangunan gedung bisa diperdagangkan. "Jadi ini mekanisme yang memang perlu diatur," katanya.

Saat ini Pemerintah pusat dan daerah termasuk DKI Jakarta menerapkan kebijakan bangunan hijau (green building), yakni praktik penggunaan sumber dayanya, seperti energi, air dan material lainnya sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.

Baca juga: OJK: Sistem "reward and punishment" bangun ekosistem bursa karbon

Konsep bangunan hijau diketahui dapat menghemat penggunaan energi sekitar 42 persen dibanding bangunan biasa dengan ukuran yang sama. Konsep ini juga dapat mengoptimalkan penggunaan air bersih secara signifikan dan mengurangi limbah air yang dihasilkan.

Lalu, karena penggunaan teknologi dan material terbarukan dan bahan bakunya tahan lama, gedung dengan konsep ini dapat juga melestarikan sumber daya alam dan meminimalisir limbah.

Khusus di Jakarta, regulasi tentang bangunan gedung hijau yang termuat dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012.

Pada 2030, implementasi Pergub 38 ditargetkan mencapai 100 persen bangunan baru memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau, 60 persen bangunan eksisting persyaratan bangunan gedung hijau.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |