Ombudsman minta pemerintah tetapkan RAN TPPO 2025-2029

4 weeks ago 11

Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia meminta pemerintah segera menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) TPPO 2025-2029 di tengah situasi darurat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang kian mengkhawatirkan.

Saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro mengungkapkan data kajian Ombudsman, yang diperkuat pemberitaan media, mencatat lonjakan signifikan kasus TPPO pada awal tahun ini.

Dalam periode Januari-Maret 2025, dilaporkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menangani 609 kasus dengan 1.503 korban. Angka tersebut sudah melampaui separuh jumlah korban sepanjang 2024, yakni 2.179 korban dari 843 kasus dengan 1.090 tersangka.

"Tren ini membuktikan bahwa ketika kebijakan dan aksi lapangan terlambat, korban akan terus bertambah," kata Johanes.

Ia mengatakan dalam penanganan TPPO, laporan Ombudsman menunjukkan lemahnya pengawasan, minimnya koordinasi antarlembaga, dan tidak optimalnya perlindungan terhadap korban.

Baca juga: Ombudsman: RI bebas "middle income trap" dengan transformasi birokrasi

Untuk itu, Ombudsman RI meminta Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan RAN TPPO 2025-2029 dengan target yang jelas, realistis, dan terukur, sebagai bukti perlindungan warga menjadi prioritas utama Negara.

Selain itu, Polri selaku Ketua Gugus Tugas TPPO juga diminta menginisiasi penyusunan RAN secara terpadu, memperkuat koordinasi lintasinstitusi, memastikan prosedur operasional standar (SOP) penanganan korban dijalankan konsisten, serta menindak tegas pelaku tanpa pandang bulu.

Sementara terhadap kementerian dan lembaga terkait di tingkat pusat, Johanes berharap agar bergerak serentak mempercepat langkah pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban, termasuk memastikan dukungan berkelanjutan bagi para korban.

Berdasarkan temuan Ombudsman, malaadministrasi penanganan TPPO terjadi sejak tahap perencanaan, koordinasi, hingga pelaksanaan.

Dia menyebutkan koordinasi antarinstitusi dinilai lemah, tidak ada mekanisme terpadu untuk pencegahan, perlindungan, dan pendampingan korban, sementara SOP kerap diabaikan.

Akibatnya, dia mengatakan bahwa pendampingan terhadap korban, baik secara prosedural maupun psikologis, berlangsung minim.

"Ombudsman menuntut langkah nyata dan terukur, bukan sekadar retorika," tuturnya.

Baca juga: Menko Yusril dukung penguatan peran Ombudsman cegah malaadministrasi

Baca juga: Kementerian PANRB apresiasi capaian reformasi birokrasi Ombudsman RI

Baca juga: KemenPPPA minta K/L selaraskan program kerja dengan RAN PP TPPO

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |