Mewujudkan pesantren ramah anak

2 hours ago 1

Bondowoso (ANTARA) - Meskipun semua mengakui peran besar pondok pesantren dalam kontribusinya di bidang pendidikan, termasuk pembinaan mental spiritual, bukan berarti lembaga pendidikan agama itu sama sekali tidak ada yang harus diperbaiki.

Dengan demikian, pondok pesantren memang harus terbuka terhadap masukan dari luar, sebagai bentuk perhatian dan penyempurnaan atas kontribusi yang lebih baik pada upaya penyiapan generasi berkualitas di masa mendatang. Masukan itu terkait dengan menjaga keselamatan santri, lahir dan batin.

Menanggapi masukan-masukan dan bentuk perhatian pada praktik pendidikan di pondok pesantren itu, Kementerian Agama membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Pondok Pesantren sebagai bentuk perhatian dan komitmen untuk mewujudkan pesantren yang ramah bagi tumbuh kembang anak.

Sebagai kelanjutan dari program itu, Kemenag menetapkan 512 pondok pesantren menjadi percontohan pendampingan program pesantren ramah anak.

Pondok pesantren yang terpilih sebagai percontohan itu akan mendapat pendampingan, pemantauan, dan evaluasi untuk memastikan konsep ramah anak berjalan optimal. Dari upaya itu, diharapkan tercipta ekosistem pendidikan yang inklusif, dengan prioritas utama mewujudkan kesejahteraan santri.

Program pesantren ramah anak ini merupakan langkah untuk menghadirkan wajah pesantren agar betul-betul sejalan dengan nilai utama dari lembaga pendidikan berbasis agama itu, yang mengajarkan agama bukan hanya sebagai ilmu, melainkan juga untuk dipraktikkan utuh dalam kehidupan sehari-hari para santri dan semua insan pesantren.

Program pondok pesantren ramah anak ini sebagai upaya untuk menjadikan nilai-nilai dasar dari agama, yaitu saling menjamin keamanan sesama manusia, untuk juga dipraktikkan dalam budaya keseharian umat, termasuk di lingkungan pondok pesantren.

Beberapa kasus yang mengindikasikan praktik tidak ramah anak di lingkungan pondok pesantren, bukan sekadar menimbulkan luka batin, melainkan hingga menimbulkan kematian, seperti yang terjadi di satu pondok pesantren di Sukoharjo (Jawa Tengah) dan di Bogor pada September 2024.

Pada September 2022, kasus kekerasan di pondok pesantren, hingga korban meninggal juga terjadi di Ponorogo, Jawa Timur. Kasus kematian ini mungkin hanya satu dari 1.000 dari pondok pesantren. Meskipun demikian, hal itu tetap harus menjadi perhatian agar tidak terulang.

Melihat pola dari kasus yang terjadi, umumnya kekerasan di pondok pesantren terjadi atas tindakan senior kepada yunior. Diduga, kekerasan itu sebagai rantai perlakuan yang diterima pelaku dari senior sebelumnya. Mereka (yunior) yang awalnya menjadi "korban" kekerasan, pada saat dia menjadi senior, kemudian melampiaskan dendam atas perlakuan seniornya dulu kepada yuniornya, saat ini.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |