Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Ruang Udara ke Panitia Khusus (Pansus) DPR RI agar RUU itu bisa segera dibahas.
Dia mengatakan bahwa undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan laut dan pengelolaan segala sesuatu yang ada di atas bumi sudah ada. Namun untuk pengelolaan ruang udara, sejauh ini negara belum mengaturnya.
"Kami berharap kiranya rancangan undang-undang ini dapat segera dibahas dan mendapatkan persetujuan bersama dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Supratman di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan bahwa RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara itu sudah dibahas oleh DPR RI pada periode 2019-2024. Namun pada September 2024, RUU itu ditetapkan untuk dioper atau carry over ke periode DPR RI tahun 2024-2029, karena pembahasannya belum tuntas.
Dia mengatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki posisi dan nilai strategis, sehingga ruang udara di atas wilayah negara perlu dikelola secara tepat guna, berhasil, dan berkelanjutan.
Pengelolaan ruang udara, perlu dilakukan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah daerah Indonesia dan memberikan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia dan melaksanakan ketertiban dunia, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
"Sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur mengenai pengelolaan ruang udara," kata dia.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah memandang urgensi dibahasnya RUU tersebut, di antaranya belum adanya payung hukum pengelolaan ruang udara, pelanggaran wilayah udara yang dilakukan oleh pesawat udara atau wahana udara asing termasuk pelanggaran kawasan udara terlarang dan terbatas.
Selain itu, menurut dia, belum adanya ketentuan atau pengaturan tentang pelarangan wilayah udara dalam hukum positif Indonesia. Lalu belum adanya ketentuan pemidanaan pelanggaran wilayah udara yang selama ini hanya bersifat administratif.
Kemudian, belum ada pengaturan kegiatan penggunaan wahana udara dan pesawat udara tanpa awak seperti drone, baik oleh masyarakat maupun instansi pemerintah dengan tujuan yang beragam.
Menurut dia, negara-negara lain seperti Australia, Thailand, hingga Oman, sudah memiliki peraturan tentang pengelolaan ruang udara yang berbeda dengan aturan penerbangan.
Dengan berbagai alasan itu, menurut dia, diperlukan regulasi yang mengatur dan mewadahi hubungan kelembagaan dalam pengelolaan ruang udara.
"Kami sampaikan Rancangan Undang-undang tentang pengelolaan ruang udara untuk dibahas kembali pada tahun 2025 ini agar disetujui dan disahkan, dan dapat menjadi dasar hukum dalam pengelolaan ruang udara guna mewujudkan kepentingan nasional," kata dia.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025