Jakarta (ANTARA) - Adzan adalah suara yang sangat akrab di telinga umat Muslim. Lima kali sehari, lantunan kalimat suci ini menggema dari masjid-masjid sebagai panggilan untuk menunaikan ibadah shalat.
Namun, tahukah Anda bahwa penggunaan adzan sebagai penanda waktu shalat tidak serta-merta muncul begitu saja? Ada kisah dan pertimbangan spiritual di baliknya.
Sejarah mencatat bahwa adzan pertama kali disyariatkan pada masa Nabi Muhammad SAW sebagai solusi atas kebutuhan praktis umat Islam untuk mengetahui waktu shalat, sekaligus sebagai bentuk dakwah yang penuh makna.
Berikut ini akan mengulas asal-usul adzan, bagaimana adzan dipilih sebagai metode pemanggil shalat yang telah dihimpun dari situs resmi Nu Onine dan berbagai sumber lainnya.
Baca juga: Keutamaan menjawab adzan beserta lafaz yang harus diucapkan
Sejarah dan asal usul munculnya adzan menjadi penanda waktu shalat
Pada awal masa hijrah di Madinah, kaum Muslimin biasa berkumpul di masjid sambil menanti tibanya waktu shalat. Ketika waktu shalat tiba, mereka langsung menunaikannya begitu saja tanpa adanya tanda atau pemberitahuan. Seakan mereka saling memahami kapan waktunya tiba.
Namun, seiring bertambahnya jumlah umat Islam dan semakin jauhnya tempat tinggal para sahabat dari masjid, serta bertambahnya kesibukan harian, muncul kebutuhan akan penanda waktu shalat yang bisa diketahui oleh semua orang.
Beberapa sahabat pun mengusulkan berbagai cara kepada Rasulullah SAW agar umat Islam tetap bisa menunaikan shalat tepat waktu. Ada yang menyarankan penggunaan lonceng seperti yang digunakan kaum Nasrani.
Ada pula yang mengusulkan terompet, sebagaimana tradisi kaum Yahudi. Bahkan, ada ide untuk menyalakan api di tempat tinggi agar bisa terlihat dari kejauhan. Namun, semua usulan tersebut tidak diterima oleh Rasulullah SAW.
Di tengah kebuntuan itu, Abdullah bin Zaid mendatangi Nabi dan menceritakan mimpinya. Dalam tidurnya, ia melihat seorang laki-laki mengenakan jubah hijau sambil membawa lonceng.
Awalnya, Abdullah berniat membeli lonceng tersebut untuk digunakan sebagai penanda waktu shalat. Namun, pria berjubah hijau itu menyarankan-nya untuk menyerukan kalimat-kalimat tertentu sebagai pengganti lonceng.
Baca juga: Manfaat adzan bagi muadzin: Dari ampunan dosa hingga doa makhluk
Kalimat-kalimat yang disampaikan dalam mimpi itu adalah seruan adzan: Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Hayya 'alash sholah, Hayya 'alal falah, Allahu Akbar Allahu Akbar, La ilaha illallah.
Nabi Muhammad pun menyambut baik mimpi tersebut. Beliau meminta Abdullah bin Zaid untuk mengajarkan kalimat-kalimat itu kepada Bilal bin Rabah, yang kemudian ditugaskan untuk menyerukan-nya dari masjid.
Ketika Bilal mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya, Umar bin Khattab yang tengah berada di rumahnya pun mendengarnya. Ia segera datang menghadap Rasulullah dan menyampaikan bahwa dirinya juga pernah mengalami mimpi yang serupa tentang adzan sebagai penanda masuknya waktu shalat.
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW juga menerima wahyu terkait adzan. Hal inilah yang menjadi alasan beliau membenarkan mimpi Abdullah bin Zaid. Sejak saat itu, adzan pun ditetapkan secara resmi sebagai tanda masuknya waktu shalat.
Menurut pendapat ulama yang lebih kuat, syariat adzan pertama kali diberlakukan di Kota Madinah, tepatnya pada tahun pertama Hijriyah. Bilal bin Rabbah dikenal sebagai muadzin pertama dalam sejarah Islam.
Selama masa hidup Rasulullah, Bilal secara konsisten mengumandangkan adzan. Namun, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, Bilal tidak lagi sanggup menjadi muadzin.
Baca juga: 7 Syarat sahnya mengumandangkan adzan yang wajib diketahui bagi Muslim
Baca juga: Pengertian dan hukum mengumandangkan adzan sebelum shalat wajib
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.