Lombok Barat (ANTARA) - Sanusi membersihkan sebuah radio antena berwarna hitam yang berada di atas televisi tabung seukuran meja kopi. Bagi pria berusia 67 tahun itu, setiap hari adalah waktu untuk bernostalgia.
Di perkarangan depan rumahnya berdiri bangunan mengusung konsep ruang terbuka yang menyimpan 151 artefak lintas generasi, mulai dari alat elektronik retro, kotak penyimpanan bumbu dapur berbahan daun lontar, lampu petromaks, tungku tanah liat, hingga jerigen air yang terbuat dari buah labu.
"Benda-benda ini dulu pernah dipakai masyarakat Lombok sebelum alih teknologi," ucap Sanusi saat ditemui pada awal November 2025.
Ia mendedikasikan diri membangun Museum Pusaka Desa di Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat,
Tanaman sirih tumbuh merambat di antara kusen pintu masuk bangunan museum desa yang terbuat dari kayu itu. Museum seluas 30 meter persegi yang beratap seng dan berdinding anyaman bambu itu terasa sejuk meski tanpa alat pendingin udara.
Aroma kayu lembab dan karat besi yang berpadu wangi tanah usai diguyur hujan saat malam, menyeruak begitu khas.
Ketika melangkahkan kaki masuk ke bagian selasar yang beralaskan beton pracetak, mata langsung dimanjakan oleh cahaya kecil dari sinar matahari yang menembus bilik anyaman bambu.
Di dalam bangunan utama ada tiga kursi kayu yang disusun saling berhadapan. Empat senter bohlam retro berbahan besi dan dua senter bohlam plastik menggantung di atas kusen tanpa daun jendela.
Sanusi piawai menata benda sesuai fungsi. Artefak yang masuk kategori elektronik, perabot dapur, tenun, dan manuskrip diletakkan di bangunan utama berlantai kayu yang diselimuti karpet plastik.
Sedangkan benda-benda seputar pekerjaan penduduk lokal seperti alat bertani, beternak, atau menangkap ikan disusun pada serambi samping bangunan utama yang masih beralas tanah.
Ragam pohon buah mulai dari manggis, durian, hingga rambutan tumbuh subur di sekitar Museum Pusaka Desa yang tidak hanya menghadirkan kesejukan, tetapi juga membuat suasana terasa asri dan tenang.
Sanusi bercerita tentang sejarah pembentukan museum desa tersebut yang berangkat dari rasa prihatin terhadap barang-barang peninggalan orang tuanya.
Pada 2018, pensiunan guru ini mulai mengumpulkan satu per satu benda tempo dulu terutama perabotan dan perkakas untuk disimpan serta dirawat agar kelak bisa menjadi sarana edukasi bagi orang-orang yang haus sejarah serta budaya tempo dulu.
Sejumlah koleganya dari berbagai daerah memberikan benda secara gratis sebagai bentuk dukungan terhadap mimpi Sanusi yang ingin merawat ingatan kolektif manusia tentang kehidupan masyarakat desa.
Baca juga: Museum NTB tumbuhkan kepedulian masyarakat menjaga artefak bersejarah
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































