Menelusuri jejak perang biologis Jepang di Asia Tenggara (Bagian 2)

3 weeks ago 18

Singapura (ANTARA) - Kemana kutu itu disebarkan?

Penelitian yang berlangsung selama hampir satu dekade itu telah memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru. Salah satunya adalah ke mana kutu yang terinfeksi wabah tersebut akhirnya dilepaskan.

Bukti mengarah ke Burma, yang sekarang disebut Myanmar, tutur Lim.

Dalam sebuah surat pascaperang, dokter asal Amerika Serikat (AS) Leonard Short di Badan Intelijen Kolektif Gabungan (Joint Intelligence Collective Agency) menyebutkan bahwa Jepang mungkin memproduksi kutu-kutu pembawa wabah penyakit di Yangon. Pada awal 1944, divisi Perang Kimia Amerika (American Chemical Warfare) memberi tahu badan-badan intelijen bahwa "Jepang menyebarkan kontainer-kontainer 'bola Natal' melalui udara, dalam pola yang teratur di perbatasan Burma-China," tulis Short. "Bola Natal" itu serupa dengan bom bakteri bercangkang kaca milik Unit 731.

Dokumen-dokumen Arsip Nasional AS yang telah dideklasifikasi mencatat bahwa pada 1944, "Jepang meminta Myanmar untuk menyediakan tikus dan mencit hidup. Pihak militer AS berspekulasi bahwa Jepang mungkin menggunakannya dalam perang biologis untuk menyebarkan wabah penyakit."

Meskipun terdapat temuan-temuan, kurangnya informasi langsung menimbulkan tantangan besar dalam memahami gambaran keseluruhan sistem perang biologis Jepang di masa perang, kata Lv Jing, lektor kepala bidang sejarah China di Universitas Nanjing.

Kyoichi Takebana, seorang anggota Unit 9420 cabang Melayu, mengenang bahwa ketika puluhan anggota unit melarikan diri ke Laos pada 1945, mereka membakar banyak catatan setelah mengetahui Jepang menyerah.

Lim sangat bergantung pada Pusat Jepang untuk Catatan Sejarah Asia (Japan Center for Asian Historical Records). Dia menyalin dan menduplikasi berkas-berkas penting karena khawatir suatu hari berkas tersebut tidak dapat diakses.

Fumio Hara, seorang peneliti di Unit 731 sekaligus anggota Perhimpunan Riset Jepang untuk Perang dan Kedokteran (Japan's Research Society for War and Medicine), mengatakan bahwa dirinya telah meminta daftar unit-unit pencegahan epidemi dan pemurnian air yang dimiliki pemerintah Jepang, tetapi dokumen-dokumen yang diterimanya telah banyak disunting, berdalih melindungi "informasi pribadi". Beberapa catatan yang dulunya tersedia untuk umum juga telah ditutup, imbuhnya.

Pada 15 Agustus 1945, Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat. Pada tahun-tahun berikutnya, militer AS menyelidiki kekejaman Jepang di masa perang.

Namun, penyelidikan AS tersebut segera berujung pada upaya menutup-nutupi kebenaran. Secara diam-diam, para investigator memberikan kekebalan kepada pihak-pihak yang terlibat sebagai imbalan atas data penelitian yang didapat oleh unit-unit perang biologis Jepang. Banyak pelaku eksperimen dan serangan biologis yang kejam kemudian membuka praktik pengobatan sipil, beberapa di antaranya bahkan menjadi dokter yang dihormati.

Pernyataan dari para saksi mata hanya muncul sesekali dan kurang mendapat perhatian. Baru pada 1981, melalui buku Seiichi Morimura yang berjudul "The Devil's Gluttony", kengerian Unit 731 terungkap ke publik.

"Banyak orang tidak menyadari bahwa selain pembunuhan brutal, ekspansi militer Jepang sering dilakukan dengan kedok yang disebut sebagai bantuan kesehatan dan teknis," ungkap Lv. "Kita perlu mengembalikan fakta dan bersikap jujur tentang sifat agresi Jepang agar generasi mendatang tidak mengulangi kesalahan masa lampau."

"Pemerintah Jepang, meskipun mengakui keberadaan Unit 731, menyangkal adanya bukti eksperimen terhadap manusia atau perang biologis. Terlebih lagi, masyarakat Jepang belum sepenuhnya merefleksikan penyebab sebenarnya dari perang tersebut," kata Hara.

Dia memperingatkan urgensi pengungkapan kebenaran sejarah, mengingat "dalam beberapa tahun terakhir, Jepang telah mendorong peningkatan militer besar-besaran."

Bagi Hara, pelajaran yang dapat dipetik sangat jelas. "Kita, bangsa Jepang, perlu menghadapi kebenaran secara jujur dan belajar darinya. Ini adalah tugas sejarah yang tak terbantahkan demi menjaga perdamaian."

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |