Makna kemerdekaan di kalangan masyarakat akar rumput

1 month ago 13

Makassar (ANTARA) - Pemandangan yang berbeda dengan hari-hari biasa terjadi di sudut Kota Makassar, tepatnya di Pulau Lakkang, Kelurahan Lakkang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.

Bendera Merah Putih berkibar di masing-masing halaman rumah dan sorak-sorai anak-anak yang berlomba memeriahkan hari ulang tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, menjadikan pulau yang yang biasanya jauh dari hiruk-pikuk itu, kini lebih meriah.

Sebagian lelaki dewasa di Pulau itu menjadi juri untuk lomba anak-anak mereka, sementara ibu-ibu menyiapkan penganan dan minuman yang menyegarkan untuk peserta lomba dan warga setempat.

Sang saka Merah Putih tidak lupa dikibarkan terlebih dahulu dengan penuh rasa hormat, sebelum membuka lomba dan lagu Indonesia Raya pun berkumandang menyeruak di rimbunan bambu di tengah pulau itu.

Setidaknya ini mewakili potret masyarakat akar rumput yang memaknai kemerdekaan, bukan sekedar seremoni kenegaraan, seperti yang ditayangkan di televisi.

Kemerdekaan bagi mereka adalah hidup dalam denyut nadi keseharian yang membawa mereka merasa memiliki satu sama lain dan dapat bergembira dan merasakan susah bersama.

Setidaknya, sekali dalam setahun, hiburan perayaan kemerdekaan mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa bersatu padu menyemarakkan peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kemerdekaan dalam kesederhanaan, menurut Husnah, salah seorang pedagang sayur yang tiap hari berkeliling di pulau kecil itu, hanya berharap dagangannya laku dan anak-anaknya bisa bersekolah.

Selain itu, isi dompetnya dapat mengisi tangki BBM untuk mengoperasikan sepeda motor yang mengangkut sayur-mayur di Pulau Lakkang, sehingga dia dapat leluasa menjajakan dagangannya.

Karena itu, kemerdekaan, baginya bukan pada hal-hal yang besar, melainkan ruang sederhana untuk mencari nafkah yang layak.

Hal senada dikemukakan petani di wilayah perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Maros, Daeng Ramli.

Makna kemerdekaan adalah jika dia dengan mudah memperoleh pupuk yang harganya terjangkau, dapat menikmati harga produksi padi yang layak, dan anak-anaknya dapat bersekolah.

Harapan tertinggi adalah panen berhasil, yang berarti mereka merdeka dari utang untuk membayar atau menutupi biaya produksi.

Sementara nelayan di Pulau Kodingareng, Makassar, Mustari memaknai Kemerdekaan dengan terbebasnya dari utang pada juragan, dan dapat bermodal sendiri untuk mendapatkan ikan di laut.

Pasalnya, selama ini, para nelayan yang sebagian besar adalah buruh nelayan (sawi) memiliki ketergantungan yang tinggi pada pemilik kapal atau juragan.

Perwakilan potret masyarakat akar rumput itu dalam memaknai kemerdekaan, bukan sekedar simbol upacara, tetapi bagaimana bisa hidup lebih baik, kebutuhan konsumsi sehari-hari terpenuhi dan masih bisa menyekolahkan anak.

Karena itu, program pendidikan gratis yang digaungkan pemerintah selama ini, minimal dapat meringankan kalangan akar rumput yang tidak perlu memikirkan biaya SPP atau sumbangan pembangunan sekolah, uang komite sekolah atau biaya-biaya lainnya.

Program kesehatan gratis, melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS), juga diharapkan tidak hanya menjadi simbol pelayanan kesehatan, namun ketika masuk ke rumah sakit masih mendapatkan perbedaan layanan dengan pasien umum.

Kemerdekaan bagi mereka, ketika layanan publik tidak ada perbedaan bagi masyarakat akar rumput dengan masyarakat elit yang secara ekonomi mudah untuk mengeluarkan biaya kesehatan.

Sementara itu, pengamat komunikasi sosial dan budaya Dr Hadawiah Hatita mengatakan makna kemerdekaan di tingkat akar rumput erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Kemerdekaan yang sesungguhnya, ketika rakyat kecil memiliki akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang layak.

Bagi mereka, kemerdekaan bukan jargon, melainkan realitas hidup sehari-hari.

Kemerdekaan bagi masyarakat akar rumput adalah ruang harapan yang harus terus diisi dengan keadilan sosial, kesejahteraan, dan kesempatan kerja yang merata.

Keberhasilan ekonomi suatu negara yang dibalut ekspor sumber daya alam, bukan ukuran keberhasilan bagi masyarakat akar rumput yang sehari-hari berjuang dalam keterbatasan.

Petani, misalnya, terus berjuang meningkatkan produksi, namun kerap kali pasrah ketika harga gabah yang tidak menentu, saat panen, karena ulah oknum yang mempermainkan harga untuk mencari keuntungan lebih.

Sementara nelayan juga terus berjuang melawan cuaca ekstrem dan bagaimana memenuhi kebutuhan solar untuk menggerakkan perahunya. Mereka juga berjuang mempertahankan produksi Ikan agar tetap segar sampai ke tangan pedagang dan konsumen, sehingga memerlukan ruang pendingin atau pabrik es di pulau.

Untuk mengeringkan ikan hasil tangkapan pun, mereka berhadapan dengan kondisi cuaca tidak menentu, sehingga perlu dicarikan solusi untuk teknologi pengeringan. Di sinilah tangan-tangan bijak dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kemerdekaan sederhana bagi masyarakat kelas bawah yang mengandalkan hidup dari hasil laut itu.

Nelayan juga memaknai kemerdekaan ketika mereka dengan mudah dapat mengakses dana di perbankan, karena tidak memiliki jaminan (agunan), padahal risiko kerja sangat tinggi.

Nelayan dari Pulau Kodingareng, Kecamatan Sangkarrang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan membawa hasil tangkapannya ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Beba di Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulsel. ANTARA/ Suriani Mappong

Di balik semua kondisi yang dihadapi masyarakat akar rumput itu, perayaan kemerdekaan di kampung-kampung, desa-desa dan pesisir, lomba-lomba dan pesta rakyat, kerja bakti dan doa bersama menjadi wujud rasa syukur dan kebersamaan dalam mengisi kemerdekaan ini, sekaligus menjadi pengingat bawah perjuangan bagi mereka belum selesai.

Derap kaki barisan Merah Putih di kantor-kantor pemerintahan hingga istana negara, menjadi penyemangat dan harapan baru bagi masyarakat akar rumput ini agar ke depan kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Berbagai program dan praktik baik dari pemerintah yang dijalankan di lapangan, diharapkan tidak ternodai dengan praktik korupsi oleh segelintir oknum yang mencoreng nama baik pemerintah karena melukai hati masyarakat akar rumput.

Tentu semua optimistis sila ke-5 dari Pancasila, yakni "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia" dapat terwujud dengan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta didukung oleh masyarakatnya yang kritis, namun konstruktif. Harapan tersebut kini sejalan dengan semangat yang digantungkan oleh Presiden Prabowo Subianto selaku pemimpin negara yang telah mendapatkan amanah dari rakyat Indonesia. Merdeka.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |