Peneliti: Persoalan sampah telah memasuki ranah ekonomi

2 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) menilai persoalan sampah telah memasuki ranah ekonomi, kesehatan publik dan keberlanjutan lingkungan, sehingga tidak dapat lagi dipandang hanya sekedar isu kebersihan semata.

“Sekitar 40 persen sampah nasional belum dikelola dengan baik. Lebih dari 80 persen di antaranya berakhir di pembakaran terbuka atau open dumping landfill. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan polusi, tetapi juga menjadi ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat dan iklim,” kata Research Director Prasasti Center for Policy Studies Gundy Cahyadi dalam diskusi Building a Circular Future yang diselenggarakan oleh PT TBS Energi Utama Tbk di Jakarta, Kamis.

Kondisi tersebut sejalan dengan temuan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024 yang mencatat total sampah di Indonesia telah mencapai 34 juta ton. Dan jika diilustrasikan, jumlah itu setara dengan rangkaian gerbong kereta api yang membentang dari Sabang hingga Merauke.

Dalam keterangannya, Gundy mengatakan ada tiga penyebab utama di balik krisis sampah di Indonesia. Pertama adalah pertumbuhan penduduk yang pesat, sehingga otomatis meningkatkan volume sampah rumah tangga.

Kedua yaitu perubahan pola konsumsi masyarakat menuju gaya hidup yang semakin consumer-driven (preferensi pelanggan jadi pusat keputusan bisnis). Itu ditandai dengan peningkatan penggunaan kemasan sekali pakai, serta layanan makanan instan dan delivery (pengiriman).

Lalu ketiga adalah keterbatasan infrastruktur dan sistem pengelolaan sampah yang hingga kini masih bersifat “tambal sulam”.

“Regulasi sebenarnya sudah ada, tapi implementasinya sering berhenti di tengah jalan. Banyak daerah bahkan belum memiliki sistem pengelolaan yang solid,” ujar dia.

Ia juga menyoroti ketimpangan layanan pengumpulan sampah, minimnya investasi sektor lingkungan, serta penegakan hukum yang lemah sebagai faktor penghambat utama.

Kendati demikian, pihaknya melihat ada peluang besar di balik krisis tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pelaku usaha dan investor yang mulai melirik sektor pengelolaan sampah sebagai bisnis berkelanjutan dan sumber penciptaan lapangan kerja hijau (green jobs). Apabila mendapatkan solusi yang baik, ucapnya, krisis sampah bisa menjadi berkah.

“Tantangan geografis Indonesia memang kompleks mulai dari logistik hingga biaya tinggi , tapi potensi ekonominya juga luar biasa. Pengelolaan sampah bisa menjadi pintu masuk menuju ekonomi sirkular dan transisi hijau,” ujar dia.

Solusi jangka panjang dinilai hanya bisa tercapai apabila ada sinergi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil.

Pendekatan berbasis kolaborasi, inovasi teknologi, serta investasi pada rantai nilai daur ulang menjadi kunci agar Indonesia bisa mengubah narasi krisis menjadi kesempatan.

“Kalau ketiganya dapat bersinergi, tumpukan masalah ini bisa kita ubah menjadi tumpukan peluang. Sudah saatnya Indonesia dikenal bukan karena sampahnya, tapi karena solusinya,” kata Research Director Prasasti Center for Policy Studies.

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |