Jakarta (ANTARA) - Dengan mengemban misi kemanusiaan, tiga pelari melakukan charity run dari Jakarta menuju Bali selama 16 hari dalam rangka menggalang donasi untuk menyediakan makanan bagi anak-anak di Gaza, Palestina.
Mereka adalah pasangan suami-istri, Hendra Siswanto (45) dan Patricia Lisia (45), serta Ankit Kumar (31), yang berlari mulai 2 Agustus dari titik start di Patung Kuda Jakarta dan menargetkan finish di Pantai Jerman, Kuta, Bali pada 17 Agustus mendatang.
“Karena pelarinya Indonesia dan juga Ankit orang India, kami sekaligus merayakan hari kemerdekaan bagi dua negara dengan berbuat sesuatu,” kata Patricia lewat sambungan telepon dengan Antara di Jakarta, Senin (11/8) malam.
“Ini idenya Ankit, kebetulan Ankit adalah vegetarian dan banyak bergerak di kemanusiaan. Dia setahun terakhir ini menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk disumbangkan ke World Food Programme di Gaza,” kata Patricia menambahkan.
Bagi Patricia, menggalang dana melalui lari jarak jauh ini menjadi salah satu langkah konkret yang bisa ia lakukan untuk kemanusiaan dan perdamaian di Palestina.
Meskipun, sebetulnya Patricia bukan pelari, melainkan pesepeda. Lari terpanjang yang pernah ia jalani maksimal 200 kilometer. Dia menyebut selama ini berperan sebagai pendukung, mendampingi sang suami yang memang menggeluti lari.
Hendra Siswanto, yang akrab dipanggil Hensis, mulai 2014 konsisten lari jarak jauh. Kemudian sejak 2017, ia bertekad berlari bukan demi dirinya sendiri. Setiap tahun, Hensis berlari amal untuk menggalang donasi bagi anak-anak yang membutuhkan.
Dua bulan lalu, Ankit mengajaknya dalam gerakan kemanusiaan untuk anak-anak Palestina. Ia mengundurkan diri dari lari amal rutin tahunannya di 2025 demi misi yang lebih besar ini.
Hensis memutuskan bergabung dalam charity run bertajuk Miles for Meals sejauh 1.600 kilometer ini. Saat finish nanti, kegiatan lari ini bakal menjadi rekor baru bagi Hensis, lima kali lipat dari lari terjauh yang pernah ia lakukan.
Persiapan khusus dilakukan sebelum menerjang jalanan Pulau Jawa hingga Bali. Hensis menambah jarak. Biasanya ia berlatih lari 70 kilometer dalam sepekan, lalu secara bertahap mencapai 200 kilometer per pekan atau sekitar 30 kilometer setiap hari.
Risiko kelelahan dan solidaritas pelari
Pada hari ke-10 perjalanan, para pelari mencapai daerah Bojonegoro, Jawa Timur. Jarak harian diatur ulang, mempertimbangkan kondisi badan mereka yang mulai turun karena kelelahan.
“Sampai dengan hari ke-8 masih sesuai target, yaitu 90-100 kilometer per hari, tapi hari ke-9 dan ke-10 mulai drop, jadi cuma bisa 70-75 kilometer per hari,” kata Patricia.
Target semula 1.600 kilometer dikoreksi menjadi 1.500 kilometer untuk Ankit dan Hensis. Sedangkan Patricia tetap dengan tujuan awal, 1.000 kilometer perjalanan.
Setiap hari, mereka bersiap-siap sejak pukul 5.30 pagi untuk mulai lari pukul 6. Selama 15-17 jam dihabiskan di jalanan. Dengan waktu cut-off pukul 11 malam, ketiganya punya waktu istirahat enam jam.
Dengan hitungan itu, waktu tidur mereka hanya selama empat sampai lima jam.
Di tengah tantangan besar itu, bahan bakar semangat tak habis berkat para pelari lokal di setiap daerah yang dilewati. Di berbagai titik setiap kota, pelari lokal bergabung dengan Miles for Meals atas nama solidaritas dan dukungan.
Para pelari lokal menemani tim pelari utama. Mereka lari bersama sejauh 10 kilometer, 20 kilometer, ada pula yang hingga 100 kilometer.
“Kami merasakan juga euforia kebahagiaan di antara komunitas pelari seluruh Indonesia. Bahkan ada yang menyediakan rumahnya untuk kami menginap ketika sedang jauh dari titik penginapan,” kata Patricia.
“Sesuai dengan kapasitas pelari, ya. Plan awal kami akan stop di daerah yang memang terdapat hotel, tapi ternyata larinya sudah nggak sanggup,” ia melanjutkan.
Dana donasi
Masing-masing pelari menanggung sendiri dana operasional yang mesti dikeluarkan. Biaya sewa mobil, kru, dan logistik harian berkisar Rp2 juta per orang.
Sedangkan hasil donasi akan disalurkan sepenuhnya bagi anak-anak di Gaza. Awalnya, mereka memasang target Rp100 juta. Dalam beberapa hari, target itu telah terlewati.
Kini, target dinaikkan menjadi Rp200 juta, dengan dana terkumpul hingga Selasa (12/8) siang mencapai Rp152 juta pada platform donasi daring ayobantu.com. Ankit juga membuka donasi daring pada platform internasional, nilainya Rp160 juta.
Donasi terkumpul akan dikonversi menjadi porsi makanan yang kemudian disalurkan oleh World Food Programme, organisasi pangan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kesulitan pangan masyarakat Palestina kian memprihatinkan. Menurut World Food Programme, 500.000 orang atau hampir separuh populasi Gaza harus bertahan di tengah kondisi serupa kelaparan.
Tak kalah parah, 320.000 anak di jalur Gaza berada dalam risiko kurang gizi akut. Itu berarti, seluruh anak di bawah usia lima di tahun wilayah itu terancam tumbuh-kembang dan kehidupannya.
Suara lantang menentang kejahatan Israel di Gaza, menuntut gencatan senjata dan jaminan keamanan bagi para pekerja kemanusiaan telah dilakukan.
Ankit Kumar, Hendra Siswanto, dan Patricia Lisia menunjukkan bahwa berlari sambil menggalang donasi bisa menjadi langkah konkret untuk mengupayakan keselamatan bagi masyarakat Palestina.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.