Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) menekankan perlunya pembenahan tata kelola royalti agar lebih adil dan akuntabel.
“Royalti bukan lah tagihan atau pun beban administrasi, melainkan sebuah imbalan ekonomi yang adil atas kerja keras para kreator,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Hukum Kemenko Kumham Imipas Nofli dalam Focus Group Discussion (FGD) Koordinasi dan Sinkronisasi Regulasi dan Kebijakan dalam Tata Kelola Royalti Nasional di Jakarta, Kamis, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang dikonfirmasikan.
Oleh karenanya, ia mengajak seluruh pihak untuk menjadikan forum tersebut sebagai awal transformasi tata kelola royalti di Indonesia.
Kegiatan FGD merupakan komitmen pemerintah dengan para pemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah dan membangun kembali kepercayaan publik dalam sistem pengelolaan
royalti nasional.
FGD digagas setelah Kemenko Kumham Imipas mengidentifikasi beberapa permasalahan terkait tata kelola royalti musik.
Nofli menyampaikan, permasalahan pertama, yakni kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan royalti. Masyarakat, pelaku usaha, bahkan aparat penegak hukum masih banyak yang belum paham sepenuhnya tentang royalti musik.
Selain itu, kata dia, permasalahan lain misalnya prosedur pemungutan dan pendistribusian royalti, yang juga dinilai belum terinformasikan dengan baik.
"Hal lainnya adalah kurangnya transparansi kinerja dan laporan keuangan sehingga menurunkan kepercayaan publik," tuturnya.
Dengan demikian, Asisten Deputi Koordinasi Pemanfaatan, Pemberdayaan, dan Pelindungan Kekayaan Intelektual Kemenko Kumham Imipas Syarifuddin menekankan pentingnya forum itu sebagai wadah untuk menyatukan pandangan dan langkah strategis.
“FGD ini adalah sebuah ruang diskusi dan momentum bagi kita semua untuk menemukan solusi konkret, menyelaraskan regulasi, serta memperkuat tata kelola royalti yang lebih transparan, adil, dan akuntabel,” ujar Syarifuddin dalam kesempatan yang sama.
Sejalan dengan hal tersebut, musisi sekaligus pencipta lagu Satriyo Yudi Wahono (Piyu Padi)
turut menyampaikan pandangannya terkait pentingnya regulasi hak cipta.
Dia menjelaskan salah satu poin penting dari Undang-Undang (UU) Hak Cipta mengenai lisensi, yaitu izin dari pencipta karya sebelum terjadi pemanfaatan secara komersial.
Apabila lisensi sudah dilaksanakan dengan baik, disebutkan bahwa baru lah pembicaraan tentang royalti dapat terjadi.
"Usulan utama yang ingin disampaikan oleh para pencipta lagu adalah agar kami mendapatkan hak ekonomi dari pertunjukan musik secara adil dan itu semua bisa terjadi apabila lisensi penggunaannya sudah diselesaikan sebelum pertunjukan musik tersebut dilaksanakan,” ujar Piyu dalam kesempatan yang sama.
Tujuan diadakan kegiatan FGD, yaitu melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan hasil berupa rekomendasi kebijakan dan langkah strategis.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan tiga pilar utama, yakni harmonisasi regulasi, penguatan kelembagaan, serta penyederhanaan prosedur dan edukasi.
Dalam konteks tersebut, perlu ditegaskan bahwa Kemenko Kumham Imipas berperan sebagai fasilitator sekaligus mengawal seluruh hasil diskusi pada kegiatan yang telah berlangsung.
Berdasarkan aspirasi, pandangan, dan masukan dari para pemangku kepentingan maka Kemenko Kumham Imipas akan menyusun rekomendasi konkret bagi penguatan regulasi dan tata kelola royalti lagu dan musik di Indonesia.
Baca juga: DPR tindak lanjuti aspirasi PSEM soal mekanisme royalti hak cipta
Baca juga: Sting beperkara soal royalti dengan mantan rekan band The Police
Baca juga: Kemenkum tegaskan konser akademik dikecualikan dari penarikan royalti
Baca juga: Kemenekraf dukung proses perbaikan ekosistem royalti musik di Kemenhum
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.