Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan masih ada sekitar dua klaster debitur pada kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan dua klaster debitur tersebut di luar klaster PT Petro Energy (PE), dan PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) serta PT Mega Alam Sejahtera (MAS) yang tergabung pada grup PT Bara Jaya Utama (BJU).
“Kalau saya tidak salah ingat, ini dibagi menjadi empat cluster (klaster). Ini di SMJL dengan BJU grupnya ada satu klaster, kemudian ada PE dengan beberapa perusahaan yang lain, dan ada perusahaan yang lainnya juga. Yang lain sedang berjalan,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/8) malam.
Sementara itu, dia memastikan penanganan perkara untuk klaster debitur yang lain sedang berjalan.
Baca juga: KPK sebut tersangka kasus LPEI Hendarto pakai Rp150 miliar untuk judi
Sebelumnya, pada 3 Maret 2025, KPK telah menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, yakni masing-masing dua orang dari LPEI dan tiga orang dari pihak debitur PT Petro Energy.
Dua orang tersangka dari LPEI adalah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan.
Tiga orang tersangka dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.
KPK pada 28 Agustus 2025, menetapkan Hendarto sebagai tersangka untuk klaster debitur PT Sakti Mait Jaya Langit dan PT Mega Alam Sejahtera pada grup PT Bara Jaya Utama.
Total terdapat 15 debitur yang diberi kredit oleh LPEI terkait dengan perkara tersebut, dan diduga mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai lebih dari Rp11 triliun.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.