Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyatakan perlunya inovasi pembiayaan program rehabilitasi mangrove berskala masif sehingga untuk menjaga program tersebut terus berjalan.
Direktur Rehabilitasi Mangrove, Ditjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan, Kemenhut Ristianto Pribadi mengatakan program tersebut merupakan praktik terbaik dalam implementasi Solusi Berbasis Alam (Nature-Based Solutions / NbS), sebuah pendekatan yang menekankan investasi berkelanjutan pada masa depan ekosistem mangrove.
Sebagai negara yang memiliki 3,44 juta hektare hutan mangrove, merepresentasikan 23 persen dari total mangrove global, lanjut dia dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, Indonesia memiliki tanggung jawab ekologis sekaligus potensi besar untuk menjadikan restorasi ekosistem sebagai garda terdepan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
"Hutan mangrove terbukti merupakan aset strategis yang memiliki keunggulan ekologis dan ekonomi yang signifikan," ujarnya saat mengisi sesi di Paviliun Jepang pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Ke-30 (COP30) di Belém, Brasil.
Secara ekologis, tambahnya, mangrove berfungsi sebagai filter air alami yang efektif karena dua hingga lima hektare mangrove mampu menyaring polutan yang dihasilkan oleh satu hektare tambak ikan, menunjukkan peran vital dalam menjaga kualitas air.
Lebih jauh, mangrove berperan krusial dalam mitigasi iklim karena kemampuannya menyimpan karbon tiga hingga lima kali lipat lebih banyak dibandingkan hutan tropis daratan.
Dalam konteks adaptasi, menurut dia, mangrove memberikan perlindungan pesisir yang terbukti lima kali lebih hemat biaya dibandingkan pembangunan infrastruktur keras (beton).
Selain itu, ekosistem ini menyediakan habitat bagi lebih dari 3.000 spesies ikan, menjadi sumber pangan dan pendapatan bagi jutaan komunitas pesisir.
"Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa sistem pembiayaan konvensional perlu disempurnakan untuk menjawab kompleksitas restorasi ekosistem mangrove dalam skala besar," ujar Ristianto.
Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan pergeseran paradigma menuju kolaborasi, inovasi, dan perhatian mendalam terhadap kompleksitas alam dan sosial yang terjadi di tingkat tapak.
Pilar utama kesuksesan program ini terletak pada adopsi Inovasi Pembiayaan (Innovative Finance). Konsep ini melibatkan integrasi dana campuran (blended funds), mekanisme pendanaan iklim, dan kemitraan filantropi.
Tujuannya adalah memastikan mekanisme pembiayaan yang mendukung pengerahan dana secara cepat (sesuai dinamika ekologi yang terjadi), memberikan fleksibilitas pembiayaan multi-years untuk adaptasi di lapangan, pembiayaan berbasis hasil (performance-based), serta menjamin akses langsung bagi masyarakat lokal dalam mengimplementasikan solusi di tingkat tapak.
Ristianto menjelaskan untuk menjamin keberlanjutan program, enam elemen mendasar harus dipenuhi yakni pertama, pendanaan jangka panjang dan adaptif yang diinvestasikan dalam periode 5 hingga 7 tahun.
Kedua, tata kelola multi-pihak yang efisien dalam koordinasi dan resolusi konflik. Ketiga, Integrasi Ekonomi Komunitas, yang secara langsung menghubungkan perbaikan mata pencaharian masyarakat dengan upaya restorasi.
Keempat, manajemen adaptif berbasis sains untuk memastikan pengambilan keputusan didasarkan pada bukti dan data ilmiah.
Selanjutnya kelima, kepastian hak atas lahan, yang krusial agar para pihak merasa aman dan percaya diri untuk berinvestasi pada lahannya.
Kemudian keenam, berbagi pengetahuan, melalui penguatan kerjasama Selatan-Selatan dan pembangunan jaringan pembelajaran global.
Keseluruhan upaya tersebut diperkuat oleh sinergi lima pemangku kepentingan utama yakni Kepemimpinan Pemerintah (regulasi dan standar), Mitra Internasional (pendanaan dan keahlian), Komunitas Lokal (implementasi dan pengetahuan tradisional), Lembaga Riset (monitoring dan evaluasi dampak), serta Organisasi Non-Pemerintah (NGO) (mobilisasi dan advokasi.
Baca juga: Kemenhut - UNEP perkuat kerja sama di kehutanan internasional
Baca juga: RI komitmen perkuat kolaborasi global dalam pengembangan pasar karbon
Baca juga: RI tegaskan komitmen perlindungan hutan tropis dunia melalui TFFF
Pewarta: Subagyo
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































