Komisi XIII: Aksi KKB serang sipil tak boleh dianggap kejadian biasa

5 days ago 3

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira mengatakan aksi kekerasan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang menewaskan warga sipil di Papua tak boleh dianggap sebagai kejadian biasa.

Dia menegaskan hal tersebut harus dipandang sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

"Kekerasan terhadap warga sipil, terlebih di daerah konflik, tidak boleh dianggap sebagai kejadian biasa," kata Andreas dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Hal itu disampaikannya merespons penyerangan yang dilakukan KKB di Yahukimo, Papua Pegunungan, yang menyebabkan sedikitnya 12 pendulang emas tewas.

Dia menilai peristiwa tersebut menggugah kesadaran bersama bahwa perlindungan HAM harus menjadi prioritas utama di mana pun dan kepada siapa pun. Adapun di Papua, dia menilai menilai perlindungan HAM memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif.

Baca juga: Bupati Yahukimo apresiasi upaya TNI-Polri evakuasi korban KKB

Di sisi lain, dia mengapresiasi pemerintah dan aparat keamanan yang telah menunjukkan langkah cepat dalam proses identifikasi serta evakuasi korban.

"Tentunya berbagai upaya yang dilakukan aparat keamanan dan pemerintah patut diapresiasi, namun tragedi ini harus menjadi refleksi bersama bahwa perlindungan HAM di Papua memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif," ujarnya.

Dia juga menyebut sinergi antara penguatan keamanan, pendekatan dialog, pemberdayaan ekonomi lokal, dan perlindungan hak sipil harus dilakukan secara menyeluruh.

“Kejahatan yang dilakukan KKB tidak boleh dibiarkan terus menerus terjadi. Negara harus menjamin masyarakat di Papua bisa hidup dengan tenang dan damai yang menjadi hak mereka,” ucapnya.

Dia meminta pula agar aparat keamanan dan pemerintah bisa segera menyelesaikan konflik kemanusiaan di Tanah Papua sehingga HAM di sana dapat semakin terpenuhi.

"Ini merupakan ujian bagi negara dalam menjalankan mandatnya untuk melindungi setiap warga tanpa kecuali, termasuk di wilayah yang penuh tantangan seperti Papua," ucapnya.

Baca juga: Dua pendulang emas selamat, dievakuasi setelah sembunyi di Yahukimo

Dia menegaskan bahwa negara tidak hanya dituntut untuk hadir secara reaktif dalam penanganan pascakejadian, melainkan harus secara proaktif membangun sistem perlindungan dan pendekatan sosial.

Kemudian, tambah dia, menguatkan kehadiran negara dengan pembangunan yang adil dan bermartabat, termasuk perlindungan yang sama untuk masyarakat di Papua, baik pendatang maupun orang asli Papua.

"Masyarakat yang ada di Papua harus mendapat fasilitas yang sama dengan orang kota. Selain hak keamanan dan kenyamanan dalam hidup, juga termasuk pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraannya," paparnya.

Terakhir, dia menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas penyerangan KKB hingga menyebabkan 12 pendulang emas di Yahukimo, Papua Pegunungan, meninggal dunia.

Baca juga: Anggota DPR kutuk tindakan KKB dokumentasikan penyiksaan di Yahukimo

Terlebih, lanjut dia, peristiwa berdarah tersebut terjadi tak berselang lama usai KKB menembak enam guru dan tenaga kesehatan hingga tewas di Distrik Anggruk, Yahukimo, Papua Pegunungan.

"Para korban dalam peristiwa ini adalah masyarakat sipil yang tengah berjuang mencari penghidupan. Mereka bukan bagian dari kelompok bersenjata, melainkan warga biasa yang berharap akan masa depan yang lebih baik," tuturnya.

Dia lantas berkata, "Kekerasan bukanlah jalan keluar. Keadilan, dialog, dan kesejahteraan adalah kunci untuk membangun Papua yang harmonis dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |