Pelalawan, Riau, (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan posisi Indonesia sebagai pemimpin global dalam aksi iklim dan restorasi ekosistem gambut tropis pada forum ilmiah AsiaFlux Conference 2025.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam kesempatan itu di Pelalawan, Riau, Rabu, menyampaikan restorasi gambut bagian penting dari agenda ketahanan iklim nasional.
Hal itu, terbukti dalam satu dekade terakhir Indonesia telah merehabilitasi lebih dari 24,6 juta hektare ekosistem gambut, membasahi kembali 4,16 juta hektare, membangun 45 ribu sekat kanal, serta menanam berbagai spesies asli, seperti jelutung, ramin, dan balangeran.
Ia menyebut restorasi gambut bukan sekadar kegiatan teknis, tetapi bagian dari perlindungan ekosistem secara berkelanjutan.
Keberhasilan restorasi, katanya, ditentukan oleh perpaduan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal.
"Ketika masyarakat tidak hanya penerima manfaat, tetapi menjadi pengelola bersama,” kata dia dalam pertemuan internasional yang mempertemukan ilmuwan, pembuat kebijakan, dan praktisi lingkungan dunia itu.
Baca juga: KLH pastikan regulasi gambut sudah lengkap dan berjalan
Ia menjelaskan KLH/BPLH memperkuat pendekatan ilmiah melalui penerapan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan sistem digital Sistem Informasi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (SiPPEG) yang memungkinkan pemantauan kondisi gambut secara seketika.
Sistem ini dikombinasikan dengan praktik lokal untuk menciptakan tata kelola adaptif yang sesuai dengan kondisi sosial dan ekologi di lapangan.
Untuk itu Hanif menegaskan bahwa restorasi gambut kini berkembang menjadi gerakan kolaboratif antara pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat.
Melalui program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG), tercatat 1.100 desa telah berperan aktif dalam mengelola ekosistem gambut. Perempuan dan pemuda turut menjadi penggerak ekonomi hijau melalui usaha madu kelulut, kerajinan serat, serta ekowisata berkelanjutan.
Langkah tersebut sejalan dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara 2025–2029 dan target FOLU Net Sink 2030 yang menjadikan restorasi gambut sebagai pilar utama dalam memperkuat ketahanan iklim, sosial, dan ekonomi nasional.
"Ayo kita tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam melalui hutan tanaman industri, tetapi menghadirkan ilmu pengetahuan yang memperkuat nilai kompetitif dari alam kita,” katanya.
Ketua Komite Penyelenggara AsiaFlux Conference 2025 Chandra S Desmukh menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan ilmu pengetahuan dalam mewujudkan pengelolaan lahan berkelanjutan di tingkat nasional maupun global.
“AsiaFlux bukan hanya tentang menara pemantau flux, tetapi tentang kolaborasi orang-orang di baliknya, yaitu ilmuwan, pembuat kebijakan, dan masyarakat," ujarnya.
Tahun ini, pihaknya menyambut lebih dari 300 peserta berasal dari 29 negara yang mewakili universitas, lembaga riset, pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil.
Baca juga: KLH targetkan perluasan restorasi gambut di luar areal konsesi
Baca juga: KLH siapkan apresiasi bagi perusahaan yang lakukan restorasi gambut
Baca juga: KLH minta perusahaan ikut restorasi gambut ribuan desa sekitar konsesi
Pewarta: Bayu Agustari Adha/Annisa Firdausi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































