Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan masyarakat hukum adat (MHA) berkebun di hutan tanpa izin pemerintah sudah sejalan dengan kebijakan yang berlaku sejauh ini.
"Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mempertegas bahwa ketentuan dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, melainkan bentuk pengaturan yang proporsional antara perlindungan hak masyarakat adat dan kewajiban negara dalam menjaga kelestarian fungsi hutan," kata Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kemenhut Julmansyah dalam taklimat media di Jakarta, Jumat.
Dia menyebut bahwa implementasi dari Putusan MK Nomor 181/PUU-XXII/2024 yang memperbolehkan masyarakat hukum adat untuk membuka lahan perkebunan di kawasan hutan tanpa izin dari pemerintah memiliki dasar konstitusional.
Meski demikian, dia mengingatkan implementasinya dilakukan secara terbatas yaitu tidak boleh untuk tujuan komersial dan harus berlandaskan pengakuan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat atau masyarakat setempat yang hidup secara turun temurun dalam kawasan hutan.
Putusan tersebut menyatakan bahwa masyarakat yang hidup secara turun-temurun dalam kawasan hutan dan memanfaatkan hutan sebagai sumber daya kehidupan dalam bentuk pemungutan hasil hutan, kemudian pemanfaatan kawasan hutan maupun perkembangan masyarakat dalam hutan yang hanya untuk memenuhi kehidupan, hidup sehari-hari dan tidak untuk diperdagangkan dengan mendapatkan imbalan.
Baca juga: Kemenhut susun edaran sikapi putusan MK izinkan MHA berkebun di hutan
Keputusan itu, katanya, sudah selaras dengan aturan yang dikeluarkan pemerintah terkait penyelenggaraan kebijakan kehutanan dan secara khusus implementasi penetapan hutan adat sebagai bagian dari Perhutanan Sosial yang dijalankan oleh Kemenhut.
Tidak hanya itu, dia juga menegaskan Kemenhut sudah menjalankan Putusan MK Nomor 95 Tahun 2014 yang menegaskan bahwa masyarakat adat dan yang tinggal di kawasan hutan secara turun temurun tidak dapat dikenai sanksi pidana apabila memanfaatkan kayu untuk kepentingan diri sendiri dan tidak bersifat komersial.
Kemenhut sendiri tengah menyusun Surat Edaran Menteri Kehutanan (Menhut) menyikapi putusan MK yang keluar pada 16 Oktober 2025 tersebut. Untuk memberikan payung hukum untuk pengawasan dan pelaksanaan di lapangan.
"Kalau kita mau refleksi perjalanan kami di hutan adat, misalnya, di berbagai wilayah kita mengenal apa yang disebut kearifan lokal masyarakat sebagai wujud dari turun-temurun itu," tuturnya.
Sebelumnya, MK pada 16 Oktober lalu mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
Menurut MK, larangan setiap orang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat dikecualikan bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.
Baca juga: MK: Masyarakat adat tak perlu izin berkebun di hutan asal nonkomersial
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
















































