Kemenhut sudah tetapkan 164 MHA dengan 345.257 hektare hutan adat

11 hours ago 2
Kalau jumlah masyarakat adat yang sudah ada pengakuan hutan adatnya, sampai dengan Oktober 2025 ini ada 164 masyarakat hukum adat dengan luas 345.257 hektare

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sejauh ini sudah menetapkan hutan adat seluas 345.257 hektare yang diberikan kepada ratusan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di seluruh Indonesia.

"Kalau jumlah masyarakat adat yang sudah ada pengakuan hutan adatnya, sampai dengan Oktober 2025 ini ada 164 masyarakat hukum adat dengan luas 345.257 hektare," kata Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kemenhut Julmansyah dalam taklimat media di Jakarta, Jumat.

Jumlah itu mengalami peningkatan, dengan data pada awal September 2025 memperlihatkan luasan kawasan yang ditetapkan sebagai hutan adat adalah 333.687 yang dikelola 83.000 Kepala Keluarga (KK) MHA di 41 kabupaten.

Baca juga: Kemenhut perkuat kapasitas verifikator, percepat penetapan hutan adat

Dalam kesempatan itu Julmansyah memastikan bahwa implementasi penetapan hutan adat yang dilakukan Kemenhut sebagai bagian dari perhutanan sosial sudah berjalan secara proporsional memenuhi perlindungan hak masyarakat adat dan kewajiban negara dalam menjaga kelestarian fungsi hutan.

Hal itu juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 181/PUU-XXII/2024 yang dikeluarkan pada 16 Oktober lalu. Putusan MK itu memperbolehkan masyarakat hukum adat untuk membuka lahan perkebunan di kawasan hutan tanpa izin dari pemerintah, dengan syarat dilakukan tanpa tujuan komersial.

Dia mengatakan implikasi dari putusan MK tersebut dengan penetapan hutan adat itu termasuk kesamaan terminologi, bahwa masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang sudah turun temurun tinggal di kawasan hutan.

Baca juga: Kemenhut: Putusan MK terkait MHA sejalan dengan kebijakan pemerintah

"Di dalam PP Nomor 23 Tahun 2021, pemanfaatan hasil hutan pemanfaatan hasil hutan untuk masyarakat hukum adat itu itu untuk subsistensi mereka. Dalam bahasanya Putusan MK 181 ini kan untuk kebutuhan sendiri, tidak menggunakan alat berat, tidak untuk komersialisasi. Tidak untuk komersialisasi ini sama dengan subsistensi. Jadi sebenarnya 181 ini memperkuat," jelas Julmansyah.

Sebelumnya, MK pada 16 Oktober lalu mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

Menurut MK, larangan setiap orang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat dikecualikan bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.

Baca juga: MK: Masyarakat adat tak perlu izin berkebun di hutan asal nonkomersial

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |