Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengimbau calon pekerja migran untuk menempuh prosedur resmi karena jalur ilegal hanya terlihat mudah di depan dan akan berakhir menyulitkan jika mengalami kendala saat bekerja di luar negeri.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia, Kemlu, Judha Nugraha, menanggapi maraknya pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan cara ilegal, termasuk yang terbaru tertangkap oleh pihak imigrasi Amerika Serikat.
“Jalan-jalan ilegal yang justru terlihat mudah di depan tapi akhirnya kemudian menemukan masalah di luar negeri yang tujuannya tadi ingin mencapai kesejahteraan, justru malah kemudian mendapatkan masalah,” kata Judha usai menjadi pembicara dalam Roundtable Decision dengan tema ‘Penguatan Pekerja Migran Indonesia’ di Jakarta, Kamis.
Judha menekankan sangat penting untuk memastikan agar pekerja migran berangkat secara legal karena sesuai dengan data dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), pekerja migran ilegal lebih rentan mengalami kasus, bahkan lebih dari 90 persen kasus dialami oleh pekerja ilegal.
Kemlu juga mencatat lonjakan tajam terhadap kasus yang dialami oleh pekerja migran. Jika pada 2021 terdapat 29 ribu kasus, pada 2023 meningkat menjadi 35 ribu kasus dan pada 2024 terdapat 67 kasus pekerja migran yang ditangani oleh Kemlu.
“Dari 67 ribu kasus tahun lalu, mayoritas itu sifatnya preventable (dapat dicegah), ada di hulu, di Indonesia. Yang itu perlu kita lakukan bersama untuk memastikan bahwa migrasi aman itu betul-betul bisa dilaksanakan sebelum berangkat. Jadi proses pelindungan itu dilakukan sebelum, selama, dan sesudah. Nah, utamanya sebelum,” tegasnya.
Kemlu juga menemukan lonjakan signifikan terkait kasus penipuan daring (online scam) di Kamboja yang pada 2020 hanya 15 kasus menjadi lebih dari 4.000 pada sepanjang 2025 ini. Kasus penipuan daring pun tidak hanya terjadi di Kamboja, namun telah merambah ke Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Laos.
“Kami dapat sampaikan dari total hingga tahun ini ada 10 ribu kasus online scam yang dihadapi luar negeri, tidak ada satupun yang tanda tangan kontrak di dalam negeri. Harusnya kan kita kritis kalau ditawari bekerja luar negeri jauh dari keluarga kok tidak tanda tangan kontrak di dalam negeri?,” ucap Judha.
Lebih lanjut, Judha menjelaskan bahwa pemerintah memiliki tugas rumah agar mampu menciptakan tata kelola terkait penempatan pekerja migran secara mudah, murah, cepat, dan aman. Sehingga masyarakat tidak lagi tergiur untuk memilih jalur ilegal untuk bekerja di luar negeri.
Mewujudkan layanan yang mudah, lanjutnya, pemerintah melalui Peraturan Presiden No 130 tahun 2024 telah memotong berbagai macam rantai birokrasi untuk proses penempatan pekerja migran. KP2MI juga telah meresmikan Layanan Terpadu Satu Atap untuk mengatur penempatan dan pelindungan pekerja migran.
Pemerintah juga membuka peluang bagi pihak swasta untuk bersama-sama menyiapkan pekerja yang terampil. Sehingga pendanaan untuk pelatihan tidak hanya bergantung sepenuhnya pada anggaran negara atau anggaran daerah.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri, turut melakukan integrasi sistem dengan KP2MI yang memudahkan proses pengurusan penempatan kerja di perwakilan Indonesia seperti di kedutaan besar atau konsulat jenderal yang tersebar di luar negeri.
Pemerintah juga telah menyiapkan koridor jika masih ada pihak-pihak yang mengeksploitasi pekerjaan migran melalui jalur ilegal.
Baca juga: APJATI temui KP2MI, usul penempatan PMI di Timur Tengah kembali dibuka
Baca juga: KP2MI-Kemenko PM perkuat kolaborasi perlindungan pekerja migran
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.