Kemenperin terus promosikan Gisco guna akselerasi industri hijau

3 hours ago 5

Bandung, Jawa Barat (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mempromosikan Green Industry Service Company (Gisco) guna mengakselerasi penerapan industri hijau di Indonesia, salah satunya melalui Forum Industri Hijau Nasional Tingkat Provinsi 2025 di Bandung, Jabar, Rabu.

Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan kegiatan yang menjadi rangkaian Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 ini, bertujuan untuk membahas dan merumuskan langkah-langkah yang bisa diambil oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, berkoordinasi dengan para pelaku usaha untuk bisa menurunkan emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan proses produksi di lingkungan perindustrian, guna mencapai target net zero emission tahun 2050.

"Kita konsisten lakukan secara bersama-sama. Kita berharap juga bahwa kegiatan ini menjadi modal kita untuk meneruskan rencana besar dari Kementerian Perindustrian melalui Gisco yang akan menjadi fasilitator untuk para pelaku usaha industri baik itu kawasan industri maupun kawasan lainnya dalam (pembentukan) lingkungan (industri hijau)," kata Faisol di Bandung, Jabar, Rabu.

Baca juga: Kemenperin perkuat penerapan ekosistem industri berkelanjutan

Gisco, kata Faisol, akan menjadi fasilitator pelaku industri seperti memberikan aspek fiskal yang bertujuan mempermudah agar beban penurunan gas emisi dan gas rumah kaca yang dihasilkan bisa dikompensasi.

"Melalui fasilitas Gisco. Jadi yang tadinya beban itu, akan menjadi insentif, kira-kira begitu niat pemerintah," ujar Faisol.

Faisol menegaskan sebagai komitmen nyata dalam mengurangi emisi karbon, pemerintah sedang melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Kemenperin juga tengah menyusun regulasi terkait pengurangan emisi industri yang akan diberlakukan di tingkat lokasi fasilitas produksi industri pengolahan.

"Kebijakan ini akan mengatur pengendalian emisi polutan udara dan pengurangan emisi gas rumah kaca, penetapan batas atas emisi gas rumah kaca, mekanisme perdagangan karbon wajib (emission trading system/ETS) sektor industri, serta penetapan harga karbon mandatori," ucapnya.

Hal tersebut sesuai dengan tema Forum Industri Hijau pada tahun ini, yaitu "Mendorong Implementasi Industri Hijau di Indonesia", dengan fokus pada percepatan adopsi teknologi rendah karbon, efisiensi energi, penerapan prinsip ekonomi sirkular, dan penguatan peran industri kecil dan menengah (IKM) dalam ekosistem industri hijau nasional.

Kegiatan ini dihadiri lebih dari 300 peserta, yang terdiri atas perwakilan pemerintah pusat dan daerah, pelaku industri besar dan IKM, pengelola kawasan industri, asosiasi industri, akademisi, hingga lembaga internasional seperti WRI Indonesia dan IESR.

Di acara yang sama, Kepala Badan Standardisasi Kebijakan dan Jasa Industri Kemenperin Andi Rizaldi juga menyampaikan target net zero emission untuk sektor manufaktur tahun 2050 tidak bisa dilakukan oleh hanya satu pemangku kepentingan, sehingga pemerintah dan pemerintah daerah harus mengajak sektor swasta.

Karenanya, lanjut dia, pada 2024 (AIGIS ke-1), pihaknya menandatangani MOU dengan sembilan asosiasi pada sembilan sektor berbeda, dalam mencapai target tujuan yang sama yaitu net zero emission pada 2050.

"Nah, saat ini dengan sektor-sektor tersebut kami sudah membuat roadmap bagaimana cara mencapai net zero emission pada tahun 2050. Dibantu oleh mitra pembangunan yaitu World Research Institute dan ISR. Jadi, untuk sembilan sektor tersebut sudah di mapping dan insya Allah nanti akan diluncurkan roadmapnya pada acara puncak AIGIS yang kedua yaitu pada 20-22 Agustus 2025," ujar Andi.

Roadmap tersebut, kata Andi, akan dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), yang tengah direvisi, dengan akan menetapkan batas atas emisi untuk setiap sektor.

"Karena batas atas emisi misalnya untuk sektor baja akan berbeda dengan keramik, akan berbeda dengan semen, berbeda dengan pupuk dan seterusnya. Jadi, itulah sebabnya mengapa kami berkepentingan untuk bekerja sama dengan asosiasi, karena setiap sektor memiliki batas atas emisi yang berbeda-beda," ucapnya.

Dia menambahkan penentuan batas atas emisi tersebut, guna menentukan besaran kredit atau penalti yang akan dikenakan pada berbagai sektor industri.

"Jadi, nanti dengan batas atas emisi itu maka kelebihan atau kekurangan dari batas atas itu maka akan menjadi kredit atau akan menjadi penalti, akan menjadi sanksi bagi sektor masing-masing. Jadi aturannya akan diperjelas akan ada mandatori, sehingga ini akan menjadi kewajiban bagi semua sektor untuk menurunkan emisi," tutur Andi menambahkan.

Baca juga: Kemenperin gelar AIGIS 2025 perkuat transformasi industri hijau

Baca juga: Kemenperin ciptakan inovasi teknologi pendukung industri hijau

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |