Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) menilai Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (STMKG) memegang peran yang krusial untuk menyukseskan program ketahanan pangan nasional.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Chiristie dalam seminar yang diikuti secara daring di Jakarta Sabtu, mengatakan bahwa pihaknya mendorong agar upaya pengembangan inovasi berbasis riset dan data keikliman harus berjalan secara konsisten.
Hal ini yang akan membuat lulusan STMKG lebih siap menghadapi tantangan sebenarnya.
STMKG merupakan perguruan tinggi kedinasan yang berada dalam naungan pemerintah melalui Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
"Kita membutuhkan generasi yang mampu menyelesaikan masalah bangsa dengan pendekatan saintifik dan inovatif. STMKG harus menjadi bagian penting dari ekosistem ini,” katanya.
Stella mengungkapkan bahwa dampak
perubahan iklim global sudah semakin nyata hingga juga mempengaruhi penurunan produktivitas pangan nasional.
Hal ini setidaknya sudah berlangsung dalam 10 tahun terakhir menurut data Bank Dunia, maka penyelesaian masalahnya harus disikapi bersama, terkhusus oleh perguruan tinggi.
Pihaknya menekankan pada kemampuan observasi, memahami, menganalisis, dan mengolah atau memanfaatkan data secara efektif adalah keterampilan mendasar yang harus dimiliki peserta didik STMKG di era kemajuan informasi dan teknologi seperti saat ini.
Data keikliman yang diolah dengan cepat, tepat dan akurat, menurutnya menjadi pijakan untuk pengambilan keputusan yang strategis dan berdampak luas. Tanpa pemahaman mendalam terhadap data maka potensi besar yang terkandung di dalamnya hanya akan terabaikan.
BMKG mengonfirmasi bahwa 2024 menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada Jumat (10/1) menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, menandai momen kritis dalam perjuangan global melawan perubahan iklim.
Berdasarkan enam kumpulan data internasional independen, rata-rata suhu permukaan global adalah 1,55°C di atas garis dasar pra-industri (1850-1900), dengan margin ketidakpastian ±0,13°C.
Data ini kemungkinan menandai tahun kalender pertama di mana suhu global melebihi 1,5°C (34,7°F) di atas tingkat pra-industri, sebuah ambang simbolis dalam Perjanjian Paris yang bertujuan membatasi pemanasan global.
Temuan tersebut menyoroti rekor tren selama satu tahun dari suhu yang memecahkan rekor, di mana 10 tahun terakhir semuanya termasuk dalam tahun-tahun terpanas yang pernah tercatat.
"Kondisi ini yang membuat peran STMKG menjadi krusial, memperkuat riset berbasis isu lokal nasional - global dan diharapkan dapat membantu bangsa ini menghadapi tantangan iklim sekaligus untuk menyukseskan ketahanan pangan, air, dan energi sebagaimana visi Presiden Prabowo Subianto," kata Wamendiktisaintek Stella Chiristie.
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2025