Jakarta (ANTARA) - Komisi III DPR RI meminta Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) mengusut tuntas kejanggalan prosedural dalam kasus Alex Denni yang merupakan mantan deputi di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Hal itu merupakan salah satu kesimpulan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR bersama Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan keluarga Alex Denni yang digelar di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.
"Ada dugaan pemalsuan putusan karena orang sudah meninggal bisa tanda tangan. Itu kan tidak mungkin," ujar Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang memimpin RDPU itu dikutip dari keterangan tertulisnya.
Pengusutan kejanggalan prosedural kasus Alex Denni itu terutama terkait hakim yang telah meninggal dunia, namun tercatat menandatangani putusan kasasi. Komisi III DPR RI juga akan mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh agar tidak terjadi kembali disparitas putusan seperti yang terjadi pada Alex Denni.
Dalam keputusannya, Komisi III DPR RI juga akan memberikan masukan terhadap MA agar memberikan atensi terhadap permohonan peninjauan kembali (PK) Alex Denni dengan mempertimbangkan jaminan business judgment rule (BJR).
Kemudian, mengevaluasi pemberlakuan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Alex Denni terkait putusan bebas atas nama Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah sesuai prinsip keadilan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya.
"Yang melakukan saja tidak dihukum. Bagaimana mungkin ada orang yang dihukum karena membujuk untuk melakukan atau membantu untuk melakukan. Ini agak-agak ajaib," kata Habiburokhman.
Dalam RDPU tersebut, Ketua Badan Pengurus PBHI Julius Ibrani mengatakan terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara Alex Denni baik secara prosedural maupun secara substansi. Salah satu temuannya, yaitu pencantuman nama hakim yang sudah meninggal dunia dalam putusan kasasi Alex Denni.
Julius mengungkapkan salah satu hakim yang memeriksa perkara Alex Denni di tingkat kasasi sudah meninggal sebelum tanggal putusan. Namun, namanya tetap tercantum dalam putusan.
Baca juga: Anggota DPR: Danantara tonggak sejarah menuju kemandirian ekonomi
"Tanggal putusannya itu pada 14 November 2013. Namun, salah satu hakimnya sudah meninggal pada 7 September 2013. Jadi, jedanya lumayan itu," ungkapnya.
Kejanggalan yang paling mendasar, putusan terhadap Alex Denni, baik di tingkat banding maupun kasasi bertolak belakang dengan putusan terhadap Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah.
Berdasarkan eksaminasi yang dilakukan PBHI bersama tiga ahli hukum pidana, ditemukan kejanggalan baik di level administrasi pengadilan, hukum acara, dan pemeriksaan perkara yang berujung pada terjadinya disparitas putusan.
Di tingkat banding, dua pejabat PT Telkom tersebut dinyatakan bebas, tidak bersalah karena terbukti tidak melakukan penyalahgunaan wewenang dan tidak ada kerugian negara.
Namun, dengan alat bukti yang sama, Alex Denni yang merupakan pihak swasta saat itu dan tidak punya kewenangan dalam membuat keputusan tetap dinyatakan bersalah.
Julius menegaskan vonis bersalah terhadap Alex Denni jelas bertentangan dan melanggar penerapan hukum terhadap Pasal 55 KUHP yang mensyaratkan pihak penyelenggara negara harus divonis bersalah terlebih dahulu baru kemudian pihak swasta dapat dinyatakan bersalah.
Sedangkan, anggota Komisi III DPR RI Bimantoro Wiyono mengatakan Komisi III DPR RI merupakan rumah bagi pencari keadilan.
Menurutnya, sistem peradilan di Indonesia memang harus diperbaiki secara masif. Untuk itu, Komisi III DPR RI saat ini sedang merancang KUHP yang baru.
"Untuk perkara ini memang kami tidak bisa masuk kepada substansi, tetapi kami akan terus mengawal. Saya sangat mendorong penguatan sistem peradilan, terutama pemberkasan perkara di MA yang sudah dari dulu menjadi problematika," kata Bimantoro.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI lainnya, Hinca Panjaitan mengharapkan Alex Denni tidak sekadar mendapatkan haknya atas kebenaran yang diyakininya. Namun, Alex Denni juga bisa menjadi energi baru untuk memperbaiki KUHP.
"Saya sampaikan ibu kepada Pak Alex Denni, hormat kami. Jangan berhenti berjuang. Saya memberikan dukungan penuh untuk keluarga Alex Denni, juga teman-teman PBHI. Teruslah berjuang," ucap Hinca kepada Ernitasari, istri Alex Denni yang turut menghadiri RDPU tersebut.
Baca juga: Anggota DPR minta Polri tindak tegas pelaku yang intimidasi Sukatani
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025