BCA sebut ekonomi RI berpotensi tumbuh 4,8-5 persen pada 2025

3 hours ago 1
Kebijakan dan program pemerintah dapat memberikan daya ungkit cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia

Jakarta (ANTARA) - Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumua memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh positif di kisaran 4,8 persen sampai dengan 5 persen meskipun masih menghadapi berbagai tantangan global dan domestik.

Kebijakan pemerintah serta pertumbuhan populasi produktif dinilai akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi tahun ini.

“Kebijakan dan program pemerintah dapat memberikan daya ungkit cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata David dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.

Sejumlah sektor seperti properti, transportasi, logistik, makanan, minuman, hingga kemasan diperkirakan akan terdorong oleh kebijakan pemerintah dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) berpotensi meningkatkan likuiditas di dalam negeri.

“Tentu yang berhubungan dengan properti, perumahan, ini kan banyak sekali subsektornya yang berkaitan dengan itu, diperkirakan bergerak positif. Kemudian ada sektor makanan dan minuman serta subsektor turunannya, termasuk sektor transportasi, logistik, packaging, kemasan itu juga akan terpengaruh positif,” ujarnya.

Menurut dia, karakteristik ekonomi Indonesia yang berbasis konsumsi (consumer-driven economy) akan mendapat dorongan dari meningkatnya jumlah penduduk produktif yang rata-rata tumbuh 3 persen per tahun.

“[Sektor] yang kaitannya dengan consumer-driven sector masih akan bagus. Tapi memang akselerasinya ini perlu katalis baru kalau ingin mendorong daya beli masyarakat lebih kuat. Kuncinya adalah FDI masuk ke sektor-sektor yang banyak menyerap tenaga kerja terutama manufaktur. Kalau bisa masuk ke situ tentunya daya beli masyarakat akan lebih kuat lagi,” terangnya.

Meski optimistis, David mengingatkan bahwa perekonomian Indonesia pada semester I 2025 masih akan dipenuhi ketidakpastian, termasuk risiko dari faktor geopolitik, nilai tukar dan kebijakan proteksionis yang mungkin diambil oleh Presiden AS Donald Trump.

“Uncertainty di globalnya kan masih cukup tinggi ya, tapi tetap ada beberapa katalis yang saya pikir membuat kita juga optimis. Misalnya ya, ada kebijakan (pemerintah) kan yang cukup breakthrough,” tutur David.

Sementara itu, Head of Research BCA Sekuritas Andre Benas menyampaikan optimismenya terkait pasar modal.

Ia memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi rebound ke level 7.200 – 7.700 pada 2025, dengan sektor perbankan sebagai pendorong utama.

“Kalau ditanya sektornya pasti ya kalau kita ekspektasi pertumbuhan yang paling bagus saat ini masih didorong oleh financial services, yaitu bank,” kata Andre.

Dalam kondisi pasar yang masih fluktuatif, Andre mengingatkan investor ritel untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan investasi dan mempertimbangkan faktor fundamental sebelum menempatkan modal.

“Yang lain saya pikir ya tergantung dari risk appetite masing - masing. Saya pikir yang menarik itu kan misalnya ya money market atau misalnya reksadana money market kan juga ada atau misalnya yang terkait dengan bonds ya. Ini Ini juga baru terakhir nih ada obligasi ritel, menarik sekali tuh. Ini Ini tertinggi kan saya pikir dalam beberapa tahun terakhir ya imbal hasilnya,” ucapnya.

Baca juga: BCA: Serangan siber pascapandemi CIVID-19 ke perbankan meningkat

Baca juga: Happy Salma: Konsistensi jadi kunci utama jalankan bisnis UMKM

Baca juga: BCA: Kredit kendaraan listrik akan naik 10 persen

Baca juga: BCA sediakan fitur layanan tambahan tingkatkan transaksi digital

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |