Jakarta (ANTARA) - Puisi "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono, saat ini seperti kehilangan makna. Pada masa puisi itu ditulis, 1989, Juni di sebagian besar wilayah Indonesia tengah berada di musim kemarau. Demikian pula saat puisi tersebut menjadi buku kumpulan puisi yang ditulis pada periode 1964—1994.
Pada periode itu, Juni menjadi awal kemarau yang kering hingga Juli dan Agustus, bahkan sebagian hingga September. Hujan menjadi fenomena langka yang begitu memahat kenangan setiap insan yang tengah diselimuti cinta.
Kini hujan di Bulan Juni, bahkan hingga Juli, menjadi fenomena sehari-hari di sebagian besar wilayah Indonesia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang dipublikasikan pada 2 Juni 2025 melaporkan durasi musim kemarau diprediksikan menjadi lebih pendek di sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya di Jawa, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara.
Hanya sebagian kecil wilayah di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua menunjukkan durasi yang lebih panjang.
Ahli meteorologi dari IPB University Sonni Setiawan, SSi, MSi, mengungkap fenomena karena pengaruh sunspot pada Matahari. Sunspot merupakan titik-titik gelap di permukaan Matahari yang menandakan aktivitas radiasi tinggi.
Ketika sunspot meningkat, Matahari memancarkan lebih banyak partikel energi tinggi, seperti sinar kosmik. Partikel mempercepat proses kondensasi di atmosfer dan meningkatkan pembentukan awan, sehingga meningkatkan peluang hujan.
Hujan bagi sektor pertanian dapat bermakna positif maupun negatif, tergantung bagaimana manusia merespons dan kondisi lahan yang sangat spesifik.
Hujan memberi air yang menyuburkan tanah dan menumbuhkan tanaman, tetapi sebaliknya jika berlebihan dapat membuat banjir yang berujung pada kegagalan panen.
Hujan di bulan-bulan yang seharusnya kering membuka peluang, jika dimanfaatkan dengan cerdik oleh semua pihak terkait. Musim kemarau yang biasanya langka air, justru mendapat bonus pasokan air dari langit, sepanjang tidak berlebihan.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.