Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT) Jona Widhagdo Putri menilai sinergi tripartit menjadi salah satu kunci bagi Indonesia untuk menembus pasar perdagangan alternatif baru, salah satunya China.
“Sinergi tripartit ini adalah sesuatu yang bagus untuk bisa meneruskan bagaimana kita bisa menembus pasar Tiongkok ke Indonesia misalnya, supaya nilai ekonomi tidak hanya berada di suatu benua atau negara saja,” kata Jona kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Sinergi ini, lanjut Jona, dikemas melalui pendekatan BIG, yang merupakan singkatan dari Business (Bisnis), Intellectual (Intelektual), dan Government (Pemerintah dan Tata Kelolanya).
“Kebijakan atau policy harus berdasarkan kajian, berdasarkan data, jadi melibatkan intelektual dan pakar. Lalu tentunya untuk implementasi dan mendapatkan benefit dari business ini,” ujar dia.
Lebih lanjut, Jona menilai upaya ini selaras dengan kondisi ekonomi dan geopolitik dunia yang kini penuh dengan ketidakpastian.
Terlebih, tarif resiprokal Amerika Serikat sebesar 19 persen kepada Indonesia beserta sejumlah keputusan lainnya, juga menjadi momentum bagi Indonesia untuk membuka pasar alternatif lainnya.
“Kami rasa bahwa pembukaan pasar itu, selalu kita harus mencari opsi dan alternatif ke negara mana pun, ya, tidak bergantung kepada satu negara,” kata Jona.
“Dari sisi populasi, walaupun AS dengan populasi lebih rendah daripada Tiongkok, tapi mungkin daya belinya lebih tinggi. Itu yang membuat kenapa Amerika menjadi satu di antara pangsa pasar utama kita di antara lima negara dengan populasi yang besar di dunia ini,” imbuhnya.
Untuk menuju pasar Tiongkok, lanjut Jona, Indonesia memiliki peluang sekaligus tantangan, salah satunya adalah kendala bahasa. Namun, ia menilai hambatan ini akan terkikis seiring berjalannya waktu dan perkembangan perdagangan di antara kedua negara.
“Amerika memang akan tetap dijaga sebagai pasar. Indonesia memiliki pemimpin dan menteri yang hebat-hebat, yang saya rasa pasti bisa memposisikan Indonesia dengan baik dalam masalah geopolitik dan geoekonomi yang sekarang mungkin agak unpredictable,” kata dia.
“Pastinya kita harus bisa mencari titik-titik temu di antara (tantangan) itu. Misalnya dengan edukasi AEO (Authorized Economic Operator), menjadi momen perusahaan Indonesia untuk bisa masuk ke pasar dunia termasuk Tiongkok yang daya belinya juga tetap ada dan semakin luar biasa,” imbuhnya.
Baca juga: Kamar dagang Indonesia-China perkuat kerja sama lewat edukasi AEO
Baca juga: Kadin: Tarif resiprokal turun ke 19 persen pacu ekspor dua kali lipat
Baca juga: Kadin meluncurkan Global Engagement Office perkuat bisnis RI di dunia
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.