Interoperabilitas data perkuat perlindungan perempuan korban kekerasan

4 weeks ago 12

Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menekankan pentingnya interoperabilitas data atau integrasi sistem antarlembaga untuk berbagi data guna memperkuat perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan.

"Hingga saat ini data kekerasan yang dikumpulkan di berbagai kementerian dan lembaga belum sepenuhnya terintegrasi. Situasi ini menyebabkan data kekerasan terhadap perempuan dan anak kerap terfragmentasi, tidak konsisten, bahkan terjadi duplikasi. Hal ini tentu menyulitkan kita dalam melihat gambaran yang utuh," ujar Arifah Fauzi di Jakarta, Selasa.

Padahal, menurut dia, data yang kredibel dan terpadu sangat penting untuk merumuskan kebijakan perlindungan yang tepat sasaran.

Dia mengatakan bahwa saat ini terdapat tiga sistem utama yang berfungsi menghimpun data kekerasan, yakni Simfoni PPA milik Kementerian PPPA, SintasPuan dari Komnas Perempuan, serta Titian Perempuan yang dikembangkan oleh Forum Pengada Layanan (FPL).

Masing-masing sistem memiliki pendekatan dan teknologi berbeda, namun memiliki tujuan yang sama dalam memperkuat layanan bagi korban.

Baca juga: Menteri Arifah: Perlu sinergi K/L turunkan angka kekerasan perempuan

"Interoperabilitas data atau berbagi pakai data menjadi sangat penting untuk dibangun dan diterapkan pada tiga sistem yang ada. Dengan begitu, Simfoni PPA, SintasPuan, dan Titian Perempuan dapat saling bertukar serta memanfaatkan data dan informasi yang dipertukarkan, sehingga masing-masing sistem dapat saling melengkapi dan memperkuat untuk perumusan kebijakan, penanganan kasus, dan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan akurat," ujar Arifatul Choiri Fauzi.

Tujuan utama dari interoperabilitas data adalah agar data dan informasi dari tiga sistem basis data tersebut yang meskipun dibangun dengan teknologi yang berbeda dapat dipahami, diakses, dan dimanfaatkan secara bersama.

Di era digital, hal ini menjadi sangat penting, karena kelengkapan, validitas, dan keakuratan data akan berpengaruh langsung pada kualitas kebijakan dan pengambilan keputusan.

Namun, Menteri PPPA mengakui bahwa untuk membangun interoperabilitas bukan pekerjaan mudah.

Tantangannya cukup kompleks, karena menyangkut manusia, proses, dan teknologi, mulai dari perbedaan standar data, regulasi dan kebijakan, perbedaan platform teknologi, kapasitas SDM, hingga isu sensitif terkait keamanan dan privasi.

Sebagai bentuk komitmen, sejak 21 Desember 2019, Kementerian PPPA, Komnas Perempuan, dan FPL telah menandatangani kesepakatan bersama tentang sinergi data dan pemanfaatan sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan.

Baca juga: Menteri PPPA: Data jadi acuan atasi kekerasan terhadap perempuan

Kesepakatan itu kini diperpanjang untuk periode 2024-2029, guna memperkuat sinergi data, sistem pendokumentasian, serta laporan bersama yang dapat digunakan untuk memperkuat penyusunan kebijakan dan koordinasi penanganan kasus, demi terwujudnya kemajuan dan perlindungan hak asasi perempuan di Indonesia.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |