Impor pakaian jadi meningkat, Kemenperin perkuat industri garmen lokal

2 hours ago 1
Selain itu, kami juga terus mendorong masyarakat untuk meningkatkan kesadaran membeli produk lokal

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmen untuk memperkuat daya saing industri garmen dalam negeri di tengah tren impor pakaian jadi yang meningkat.

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita menyampaikan bahwa pemerintah telah menerapkan persetujuan teknis (pertek) sebagai instrumen pengendalian impor yang sebelumnya terbuka bebas.

“Kalau dulu impor pakaian jadi itu terbuka, sekarang sudah ada perteknya. Selain itu, kami juga terus mendorong masyarakat untuk meningkatkan kesadaran membeli produk lokal,” ujar Reni usai menghadiri acara Indonesia Fashion Ecosystem Summit (IDFES) 2025 di Jakarta, Jumat.

Untuk memperkuat kapasitas pelaku industri nasional, Reni menyebutkan Kemenperin telah menjalankan serangkaian program yang mencakup berbagai aspek pengembangan industri.

Program-program tersebut meliputi pembentukan inkubator bisnis sebagai wadah pembinaan dan akselerasi usaha baru, revitalisasi sentra IKM, pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan teknis dan program magang, serta penumbuhan wirausaha baru.

Upaya restrukturisasi mesin dan peralatan turut dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi. Selain itu, Kemenperin memfasilitasi keikutsertaan pelaku industri dalam berbagai pameran dan kegiatan promosi, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional.

Menurut data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan, total nilai impor pakaian serta aksesori pakaian, termasuk produk rajutan atau kaitan, pada Juli 2025 tercatat sebesar 30,58 juta dolar AS.

Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 6,24 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun negara pemasok utama adalah China, Vietnam, dan Bangladesh.

Kondisi ini memicu kekhawatiran pelaku industri garmen lokal. Pemilik PT Momentum Velo Inovasi, Ellianah Setiady, mengungkapkan bahwa penurunan daya beli masyarakat dan maraknya barang impor ilegal membuat harga produk lokal sulit bersaing.

“Gangguan dari importir ilegal, terutama dari China, besar sekali. Biaya produksi kami tinggi karena UMR dan pajak, sementara harga barang impor jauh lebih murah,” ujarnya ditemui pada kesempatan yang sama.

Ellianah juga menyoroti praktik jual beli barang impor ilegal yang semakin marak di platform digital.

“Coba buka Tokopedia, lihat berapa banyak barang dari China yang dijual live. Jastip (jasa titip) dari Thailand dan negara lain juga banyak. Ini kan sebenarnya penyelundupan, tapi kok dibiarkan,” ujarnya.

Ia menyampaikan harapan agar pemerintah dapat memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap industri garmen demi menjaga keberlangsungan sektor tersebut.

Perlindungan ini diharapkan mencakup kebijakan yang berpihak pada pelaku usaha lokal, termasuk pemberian insentif pajak yang dapat meringankan beban operasional dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri

Sebagai bentuk dukungan terhadap industri padat karya, pemerintah memperpanjang kebijakan pembebasan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 bagi pekerja bergaji di bawah Rp10 juta.

Kebijakan ini berlaku untuk sektor alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit.

Awalnya berlaku hingga akhir 2025, kebijakan ini diperpanjang hingga 2026 dan mencakup 1,7 juta pekerja, baik tetap maupun kontrak.

Baca juga: Menperin tegaskan SNI "food tray" MBG wajib mulai tahun ini

Baca juga: Kemenperin pacu peran generasi muda buat RI jadi pusat industri halal

Baca juga: Kemenperin sebut industri fesyen tunjukkan tren positif

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |