Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menegaskan bahwa praktik thrifting atau penjualan pakaian bekas impor secara aturan tidak diperbolehkan, dan masyarakat diminta untuk tidak lagi membeli produk tersebut.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, mengatakan bahwa aktivitas thrifting masih marak terjadi di berbagai platform dan pasar karena tingginya permintaan dari masyarakat.
“Mereka masih ada karena ada permintaan. Untuk itu, kami terus menggaungkan agar masyarakat tidak membeli thrifting,” ujar Reni ditemui usai menghadiri acara Indonesia Fashion Ecosystem Summit (IDFES) 2025 di Jakarta, Jumat.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan menunjukkan nilai impor untuk kategori barang tekstil jadi, pakaian bekas, dan gombal pada periode Januari hingga Juli 2025 mencapai 78,19 juta dolar AS.
Baca juga: Mendag: Pakaian bekas impor rusak industri tekstil dalam negeri
Angka ini meningkat 17,33 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Negara pemasok utama meliputi China, Vietnam, Bangladesh, Taiwan, dan Singapura.
Pemilik PT Momentum Velo Inovasi, Ellianah Setiady, mengungkapkan bahwa membanjirnya barang impor ilegal membuat produk lokal sulit bersaing.
“Gangguan dari importir ilegal, terutama dari China, besar sekali. Biaya produksi kita tinggi karena UMR (upah minimum regional) dan pajak, sementara harga barang impor jauh lebih murah,” ujarnya.
Ellianah juga menyoroti praktik jual beli barang impor ilegal yang semakin marak di platform digital. Ia menyebutkan bahwa banyak produk dari luar negeri dijual secara live di lokapasar, termasuk jasa titip (jastip) dari berbagai negara.
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.