Jakarta (ANTARA) - Arah baru pariwisata Indonesia mulai bergerak dari sekadar promosi destinasi menjadi gerakan transformasi nilai.
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) telah menegaskan bahwa masa depan sektor ini tidak lagi ditentukan oleh banyaknya kunjungan, tetapi oleh kualitas pengalaman dan tanggung jawab terhadap alam, budaya, serta kesejahteraan masyarakat.
Visi ini menggeser paradigma lama dari “menjual tempat indah” menjadi “membangun ekosistem wisata yang bernilai tambah dan berkelanjutan”.
Deputi Bidang Pemasaran Kemenpar Ni Made Ayu Marthini, saat sesi live talkshow bersama Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, berpendapat bahwa pariwisata tidak boleh berhenti pada daya tarik visual, melainkan harus menembus lapisan yang lebih dalam mencakup kesadaran, empati, dan keberlanjutan.
Kebersihan menjadi titik tolak perubahan itu. Sederhana, tetapi esensial. Ketika Ni Made menyebut “kebersihan adalah keharusan”, ia tidak sedang bicara soal estetika semata, melainkan tentang standar peradaban industri pariwisata.
Wisatawan yang datang ke destinasi kini tidak hanya menilai keindahan pemandangan, tetapi juga menimbang seberapa bersih, tertib, dan ramah lingkungan tempat yang mereka kunjungi.
Dalam konteks global, destinasi dengan tingkat kebersihan tinggi dianggap memiliki nilai sosial yang lebih tinggi pula, menandakan bahwa masyarakatnya beradab dan industrinya profesional. Maka, kebersihan bukan lagi bagian kecil dari pelayanan, melainkan simbol kemajuan pariwisata itu sendiri.
Dari kebersihan, visi itu beranjak menuju keberlanjutan. Konsep ini tidak hanya berarti menjaga lingkungan, tetapi juga melibatkan keseimbangan tiga pilar termasuk alam, budaya, dan kesejahteraan masyarakat.
Ketika pariwisata memberi manfaat ekonomi tanpa merusak sumber daya dan tanpa mengikis nilai budaya, di situlah makna sejati dari “pariwisata naik kelas” terwujud.
Artinya, setiap pengembangan destinasi harus memperhatikan daya dukung lingkungan, memuliakan tradisi, dan memajukan kesejahteraan komunitas lokal. Inilah fondasi baru yang hendak dibangun pemerintah termasuk keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan tanggung jawab sosial.
Lima fokus utama sektor pariwisata dalam Program Unggulan 2025 menggambarkan arah strategis menuju transformasi tersebut.
Digitalisasi melalui Tourism 5.0 menjadi gerbang pertama, karena teknologi tidak hanya memudahkan promosi, tetapi juga memungkinkan personalisasi pengalaman wisata yang lebih cerdas.
Dengan kecerdasan buatan, wisatawan dapat diarahkan pada destinasi berkelanjutan, hotel ramah lingkungan, atau aktivitas wisata yang mendukung konservasi. Teknologi tidak lagi sekadar alat, melainkan mekanisme untuk membentuk perilaku wisatawan yang lebih sadar nilai.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































