Gencatan senjata di Sweida, ribuan keluarga Bedouin mengungsi

1 month ago 17

Damaskus (ANTARA) - Kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi di Suriah selatan membawa ketenangan ke Provinsi Sweida setelah delapan hari dilanda pertempuran sengit, sejumlah kelompok hak asasi manusia melaporkan bahwa kesepakatan tersebut sepenuhnya mulai diterapkan pada Senin (21/7).

Kendati demikian, gencatan senjata tersebut memicu gelombang pengungsian, dengan lebih dari 2.000 keluarga Arab Sunni Bedouin mengungsi dari Sweida ke Provinsi Daraa yang berdekatan, menurut data resmi.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (Syrian Observatory for Human Rights/SOHR) mengatakan bahwa kesepakatan yang didukung Amerika Serikat (AS) dan diumumkan pada Sabtu (19/7), mengakhiri bentrokan antara pejuang Druze dan militan suku Bedouin yang dimulai pada 13 Juli serta menewaskan lebih dari 1.120 orang, termasuk warga sipil, pasukan pemerintah, dan para pejuang lokal.

Di antara korban tewas, setidaknya 194 orang dilaporkan telah dieksekusi di luar proses hukum.

Pasukan suku bersiap saat bentrokan di kota Wolgha, i wilayah pedesaan barat Sweida, Suriah selatan, pada 18 Juli 2025. (ANTARA/Xinhua/Str)

Menurut otoritas urusan sosial Suriah, sebanyak 2.068 keluarga pengungsi mencari perlindungan di berbagai kota dan desa di Provinsi Daraa. Para pengungsi tersebut diidentifikasi sebagai suku Arab Sunni Bedouin yang melarikan diri dari Sweida saat pertempuran berlangsung, mayoritas di antaranya menyebutkan ketakutan akan balas dendam sektarian dan pengusiran paksa.

Sejumlah saksi mata mengatakan kepada Xinhua bahwa para pengungsi hanya diizinkan meninggalkan tempat tersebut dengan pakaian yang mereka kenakan.

"Mereka mengusir kami keluar tanpa apa-apa, tanpa uang, tanpa barang-barang," ungkap seorang pria yang tiba di Daraa dari Kota Shahba di Sweida.

Gencatan senjata tersebut, yang dilaporkan merupakan hasil kesepakatan antara Suriah dan Israel dengan dimediasi oleh AS, menetapkan penarikan seluruh pejuang suku bersenjata dan pasukan keamanan pemerintah dari Sweida, serta pembentukan misi pencari fakta yang dipimpin PBB untuk menyelidiki kekerasan yang terjadi baru-baru ini.

Anggota pertahanan keamanan Suriah berjalan di sepanjang jalan dengan mobil-mobil polisi di pinggir Provinsi Sweida, Suriah selatna, pada 19 Juli 2025. (ANTARA/Xinhua/Str)

Kesepakatan itu juga mencakup serangkaian ketentuan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan dan pertukaran tahanan di masa yang akan datang.

Meskipun gencatan senjata telah diberlakukan, para aktivis hak asasi manusia menyuarakan kekhawatiran atas pola pengungsian yang terjadi.

Direktur SOHR Rami Abdulrahman menyebut langkah tersebut sebagai "pergeseran demografis" yang mengingatkan pada pola-pola pengungsian selama perang sebelumnya di Suriah, serta mendesak Damaskus untuk merilis secara penuh syarat dan ketentuan dari kesepakatan gencatan senjata tersebut.

Dengan situasi Sweida yang mulai tenang untuk sementara waktu, perhatian kini tertuju pada keluarga yang mengungsi, apakah mereka akan diizinkan kembali dan apakah gencatan senjata dapat dipertahankan di tengah perpecahan sektarian yang mendalam dan ketegangan yang kian memanas.

Pewarta: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |