Jakarta (ANTARA) - Chief Economist Citibank, N. A., Indonesia (Citi Indonesia) Helmi Arman memproyeksikan, Bank Indonesia (BI) masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) hingga akhir 2025.
Menurut Helmi, ada sejumlah faktor yang mendasari proyeksi tersebut. Pertama, meski pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2025 tercatat cukup naik di 5,12 persen, namun distribusi masih belum merata.
"Jadi walaupun di kuartal II kemarin BPS sudah merilis data pertumbuhan ekonomi di mana ternyata lebih kuat dari perkiraan, tetapi dalam pandangan kami pertumbuhan ekonomi di kuartal II masih belum merata. Jadi walaupun headline kuat, tapi pertumbuhan sektoral masih belum merata," kata Helmi dalam konferensi pers Pemaparan Ekonomi & Kinerja Keuangan di Jakarta, Selasa.
Faktor kedua, laju penyaluran kredit perbankan yang cenderung masih melambat. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit perbankan nasional pada Juni 2025 tercatat Rp8.060 triliun atau tumbuh 7,77 persen secara tahunan (yoy).
Baca juga: Rupiah melemah seiring memudarnya ekspektasi penurunan suku bunga Fed
Namun, angka tersebut termasuk melambat jika dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 8,43 persen (yoy).
Hal ini, menurut Helmi bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi BI untuk memangkas BI-Rate.
Lebih lanjut, faktor lain yang disoroti yakni suku bunga riil Indonesia yang masih berada di kisaran tiga persen, relatif tinggi dari sisi historis.
"Terutama di tengah outlook inflasi yang sejauh ini masih relatif terjaga dengan adanya harga komoditi yang relatif terjaga, harga minyak kita lihat relatif terkendali, dan juga produksi pangan di semester pertama yang cukup tinggi," tutur Helmi.
Baca juga: IHSG ditutup melemah di tengah "wait and see" RDG Bank Indonesia
Selain itu, perbaikan fundamental di pasar valuta asing (valas) juga menjadi faktor pendukung.
Permintaan dolar dari korporasi untuk refinancing utang valas disebut mulai menurun, sementara konversi devisa hasil ekspor sumber daya alam ke rupiah meningkat pasca penerapan regulasi yang lebih ketat sejak Maret.
"Ini ada beberapa sumber dari perbaikan fundamental di pasar valas ini, pertama demand atau permintaan dolar dari korporasi untuk refinancing hutang valas, itu kelihatannya tahun ini sudah mulai turun," tambahnya.
Ia menambahkan, arah kebijakan suku bunga bank sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) juga menjadi katalis lain.
Baca juga: Rupiah melemah seiring antisipasi pidato "hawkish" Ketua The Fed
Helmi memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga acuannya pada September, yang dapat memberi ruang lebih luas bagi BI dalam menyesuaikan kebijakannya.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.