Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tetap melanjutkan program modernisasi prediksi prakiraan cuaca berisiko bencana yang berbasis artificial intelligence (AI) dan big data meskipun dihadapkan pada keterbatasan anggaran.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa transformasi digital adaptif menjadi langkah penting untuk memperkuat sistem perlindungan sosial adaptif terhadap risiko bencana dan krisis sosial.
“Data yang akurat dan cepat adalah kunci agar mitigasi bencana berjalan lebih efektif,” kata Dwikorita dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi V DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin.
Namun, ia mengungkapkan bahwa anggaran untuk pengelolaan big data dan pengembangan database turun drastis dari Rp168,5 miliar pada 2025 menjadi hanya Rp1,1 miliar di pagu indikatif 2026.
Meski demikian, BMKG tetap berkomitmen menjaga service level agreement di angka 97 persen, artinya toleransi kesalahan hanya boleh maksimal 3 persen.
BMKG juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas untuk mengusulkan tambahan anggaran agar transformasi digital tetap berjalan.
Inovasi ini penting untuk mendukung prediksi lebih dini, terutama pada cuaca ekstrem dan potensi gempa bumi yang langsung berdampak pada keselamatan publik.
Dwikorita menambahkan bahwa modernisasi sistem akan membantu petugas lapangan hingga operator transportasi laut dan udara mengambil keputusan lebih cepat.
“Harapannya, layanan ini tetap terjaga demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat luas,” ujarnya.
Baca juga: BMKG soroti anggaran modifikasi cuaca dan meteorologi maritim yang menyusut
Baca juga: Rapat di DPR dibuka dengan doa bersama untuk korban KMP Tunu
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.