Bidan penerabas sungai itu dinobatkan jadi tenaga kesehatan teladan

1 month ago 6

Padang (ANTARA) - Pada momentum Hari Kemerdekaan Indonesia kali ini, kata pahlawan pantas disematkan kepada Dona Lubis (46), seorang warga Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat.

Dona Lubis, ibu lima orang anak itu, ialah seorang bidan di Puskesmas Simpang Tonang, Kabupaten Pasaman.

Dona, begitu masyarakat lokal memanggilnya. Tindakannya yang penuh risiko ketika menjalankan tugasnya mengingatkan banyak orang tentang makna kata pahlawan sebenarnya.

Jauh sebelum ini, orang-orang mungkin tidak pernah mendengar namanya, apalagi tahu tentang sosok Dona Lubis. Namanya mulai bermunculan di mesin pencarian google setelah aksi heroiknya menyeberangi Sungai Batang Pasaman beberapa waktu lalu viral di media sosial. Aksi nekat itu ia lakukan demi mengobati seorang pasien tuberkulosis.

Tanpa sedikitpun keraguan, perempuan kelahiran 11 April 1979 itu dengan sadar menyeberangi derasnya air Sungai Batang Pasaman yang berwarna kecoklatan dan penuh dengan batuan besar. Tindakan berbahaya itu dilakukan demi menjalankan tugas mulia melayani masyarakat.

"Hati nurani dan dedikasi yang membuat saya berani menyeberangi sungai untuk mengobati pasien," kata Dona Lubis.

Dengan napas yang terengah-engah, Dona bercerita tidak ada pilihan kala itu. Satu-satunya cara hanyalah menantang derasnya arus sungai. Dalam pikirannya cuman satu, pasien harus bisa dilayani meskipun nyawa taruhannya.

Dona mengatakan aksi heroik menyeberangi sungai memang baru kali pertama ia lakukan selama 26 tahun mengabdi sebagai tenaga kesehatan. Dulunya, terdapat sebuah jembatan di Jorong (Dusun) Sinuangon, Nagari (Desa) Cubadak Barat yang menghubungkan beberapa desa yang berada di dalam kawasan hutan lindung tersebut. Namun, jembatan itu putus.

Perjuangan Dona mengobati pasien di perkampungan terpencil bukan hanya sebatas menyeberangi sungai. Banyak kisah lainnya yang sudah ia jalani di daerah yang masih jauh dari fasilitas umum layaknya yang ada di negeri yang tengah merayakan Hari Kemerdekaannya ini.

Dona bercerita, dua tahun lalu ia melintasi lebatnya kawasan hutan lindung di Jorong Sinuangon, Nagari Cubadak Barat. Kala itu, ia mendapat telepon yang mengabarkan ada warga yang membutuhkan pertolongan.

Seperti biasanya, Dona menyewa ojek pangkalan di desa terdekat. Biayanya berkisar Rp150 ribu hingga Rp200 ribu. Saat itu, Dona berangkat dari dusun terdekat sekitar pukul 19.00 WIB.

Ia menyadari langkahnya kurang tepat. Sebab, bagi sebagian orang menjadi pamali ketika berpergian ke suatu tempat saat waktu magrib. Benar saja, di tengah perjalanan kendaraan roda dua yang ia tumpangi berhenti mendadak.

Bukan rusak atau mogok, sepeda motor pabrikan Jepang itu terpaksa dihentikan si tukang ojek karena di depan matanya seekor harimau sumatra sedang duduk dengan gagahnya.

Suasana mulai mencekam. Dona dan pengendara ojek khawatir satwa yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya tersebut akan menerkamnya.

Bagi sebagian orang, terutama masyarakat Minangkabau, harimau merupakan satwa yang sangat dihormati. Bahkan, di beberapa daerah harimau dianggap sebagai jelmaan atau reinkarnasi leluhur.

Baca juga: Pahlawan masa kini

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |