Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kulit lulusan Universitas Indonesia dr. Anesia Tania, SpDVE, FINSDV mengingatkan bahaya suntik menggunakan toksin botulinum yang diedarkan secara ilegal dan tidak memenuhi standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kalau kita sebagai dokter, (misal) kita pakai produk yang ilegal, efektivitasnya turun, otomatis saya enggak bisa prediksi. Kalau saya suntik dosis segini, efeknya bakal seperti apa," kata Anesia dalam temu media di Jakarta, Kamis.
Anesia menyampaikan bahwa suntik toksin botulinum adalah salah satu tindakan medis. Toksin menjadi obat yang bekerja pada sistem syaraf dan kegunaannya tidak sekadar untuk keperluan kosmetik saja.
Sedangkan toksin botulinum adalah produk yang saat ini paling banyak digunakan di sektor injeksi estetika di Asia.
Adanya perang harga yang sedang memanas di Indonesia bersamaan dengan meningkatnya permintaan suntik, mendorong sebagian pihak mengambil jalan pintas, membeli produk dari marketplace, distributor tidak resmi atau pihak yang tidak mampu menjaga sistem logistik yang suhunya terjaga (cold chain).
Baca juga: Kenali perbedaan "filler" dan "botox"
Situasi ini kian berbahaya setelah terjadi distribusi ilegal toksin yang meningkat di Indonesia. Alur distribusi ini tidak memastikan keaslian produk atau ketepatan suhu, kelembaban hingga pengemasan yang baik.
Akhirnya, Anesia menjelaskan efektivitas dari toksin akan menurun, risiko efek samping pada penggunanya jadi meningkat dan kepercayaan pasien akan menurun pada klinik yang menggunakannya.
Maka dari itu, Anesia mengingatkan masyarakat untuk tidak sembarangan mengambil tindakan suntik toksin. Ia juga meminta agar pasien tidak tergiur dengan barang palsu dan harga murah sendiri, kemudian meminta para dokter untuk menyuntikkannya.
"Toksin bekerja dengan memblokir asetilkolin secara terukur, sehingga otot tidak bisa berkontraksi. Jika toksin tidak stabil maka protein akan berubah bentuk, sehingga tidak efektif atau memicu reaksi imun," katanya.
Ia menyampaikan bahwa paparan suhu di atas 8 derajat celcius selama dua jam dapat menurunkan aktivitas toksin lebih dari 50 persen.
Baca juga: Manfaat Azelaic Acid untuk wajah, bikin kulit cerah & anti flek hitam
Berdasarkan temuannya selama melangsungkan praktik, Anesia menyebut efikasi toksin yang menurun menyebabkan dokter tidak bisa memprediksi hasil dari suntikan tersebut. Wajah pasien dapat jadi asimetris, bengkak atau tidak ada efek namun memerlukan perawatan berulang karena adanya risiko imunitas.
Ada juga kasus infeksi dan alergi setelah penyuntikan. Menurutnya, jika pasien mengalami efek samping, maka persentase hasil yang diinginkan dapat menurun dan pasien perlu sering disuntik.
Sayangnya, hal itu tidak dianjurkannya mengingat banyak suntikan akan membuat tubuh mengenali kandungan tersebut dan membentuk imun, sehingga tubuh akan lebih kebal.
Hal lain yang ia sampaikan yakni belum ada toksin botulinum yang halal di Indonesia. Namun, beberapa tindakan estetik sudah mengantongi fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dinyatakan boleh untuk dilakukan.
Meski demikian, ia mengatakan tindakan yang ingin dijalani menggunakan toksin kembali pada kepercayaan masing-masing individu.
Sementara terkait usia pasien yang sudah boleh mendapat suntikan toksin, ia menyampaikan semuanya bergantung dari indikasi dan kondisi pasien.
Baca juga: Pentingnya mengetahui mikrobioma yang tinggal di kulit
Baca juga: Prosedur perawatan wajah di salon yang berisiko pada kesehatan kulit
Baca juga: 10 kebiasaan yang akan membuat wajah Anda terlihat lebih tua
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































