Beijing (ANTARA) - Pemerintah China meminta agar Thailand maupun Kamboja dapat sama-sama mencegah eskalasi konflik pasca ledakan ranjau perbatasan kedua negara.
"Sebagai sahabat dan tetangga dekat kedua negara, China dengan tulus berharap kedua belah pihak dapat menahan diri, bekerja sama, melakukan konsultasi yang bersahabat, memanfaatkan mekanisme bilateral yang ada," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Kamis (13/11).
Pada Senin (10/11), terjadi ledakan ranjau di perbatasan Thailand dan Kamboja, hal itu menyebabkan Thailand menangguhkan implementasi gencatan senjata dengan Kamboja.
Juru bicara militer Thailand Mayor Jenderal Winthai Suvaree menuduh Kamboja menanam ranjau anti-personel jenis PMN-2 "baru-baru ini" di wilayah Huai Tamaria, Distrik Kantharalak, Thailand, sehingga melanggar perjanjian damai yang baru ditandatangani.
Akibat dari ledakan tersebut, empat orang prajurit Thailand terluka. Seorang prajuri kehilangan kaki kanan, seorang menderita nyeri dada dan trauma internal, seorang terluka di kaki, dan satu orang lagi terkena bahan kimia peledak di mata.
"China berharap Thailand dan Kamboja menemukan solusi yang dapat diterima kedua belah pihak sesegera mungkin serta mencegah eskalasi. Kami juga akan terus memainkan peran konstruktif dalam mendorong deeskalasi dengan cara kami sendiri," tambah Lin Jian.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand Nikorndej Balankura meminta Phnom Penh untuk mengambil tiga langkah penting: menyampaikan pernyataan penyesalan, melakukan penyelidikan menyeluruh, dan menerapkan langkah pencegahan agar insiden serupa tidak terulang.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Kamboja Letnan Jenderal Maly Socheata menyatakan "penyesalan" atas insiden tersebut, namun menegaskan bahwa patroli pasukan Thailand dilakukan "di area ladang ranjau yang tersisa dari konflik masa lalu."
Maly "dengan tegas membantah" tuduhan bahwa pasukan Kamboja menanam ranjau baru di wilayah perbatasan itu. Pnom Penh juga menyangkal tuduhan menanam ranjau di kawasan Phnom Trop, dekat Candi Preah Vihear yang menjadi titik panas sengketa perbatasan kedua negara.
Sebagai bagian dari langkah pembalasan, Thailand pun menunda pembebasan 18 tentara Kamboja yang ditahan sejak bentrokan perbatasan pada Juli.
Bangkok juga melayangkan protes diplomatik melalui sambungan telepon dan berencana mengirim surat resmi kepada Kamboja, Jepang, Sekjen PBB, Amerika Serikat, Malaysia selaku ketua ASEAN, serta negara anggota lainnya.
Peristiwa itu terjadi setelah Thailand dan Kamboja menandatangani perjanjian damai di Kuala Lumpur pada 26 Oktober lalu, yang disaksikan oleh Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Sengketa perbatasan Thailand-Kamboja telah berlangsung lebih dari satu abad sedangkan konflik bersenjata Thailand-Kamboja terakhir terjadi pada Juli 2025 dan berlangsung selama lima hari sehingga menyebabkan sekitar 40 orang tewas dan 300 ribu orang mengungsi.
Baca juga: Penjualan mobil merek China tembus 82 ribu unit hingga Oktober 2025
Baca juga: Konferensi otomotif China-Jerman serukan hubungan industri lebih erat
Baca juga: Mengenal Jembatan Hongqi di China yang ambruk dan viral di medsos
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































